Makassar, JATMAN Online – Semarak Muharram disyiarkan dengan membedah buku “Menembus Dimensi Esoterik Al-Qur’an” karya Syekh Dr. KH. Baharuddin AS., MA. pada Sabtu (30/07) di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Buku yang mengenalkan kajian tafsir sufistik ini merupakan hasil usaha maksimal penulis dalam bidang tafsir, salah satunya tafsir Isyari. Dalam sebuah pengantar dikatakan bahwa tafsīr al-Isyārī seolah redup dan tidak muncul di permukaan. Tafsīr al-Isyārī laksana jalan sunyi yang ditempuh oleh pencari mutiara al-Qur’an dari kedalamannya. Padahal, dimensi esoterik al-Qur’an merupakan bagian penting merasakan sentuhan lembut al-Qur’an ketika menyapa manusia.
Diskursus studi al-Qur’an lebih banyak berkutat pada dimensi eksoterik (sisi luar) yang dikenal dengan makna zahir. Sementara dimensi esoterik (sisi dalam) yang dikenal dengan makna batin kurang mendapat tempat dalam epistemologi keilmuan modern. Jika ditimbang dengan timbangan ilmu-ilmu modern, maka aspek esoterik al-Qur’an seolah tidak mendapatkan tempat, termasuk di perguruan tinggi keislaman sekalipun. Terasa kering membaca karya-karya berkaitan al-Qur’an yang hanya berkutat pada dimensi eksoterik (zahir) semata. Hal itu disebabkan manusia lebih banyak cenderung memperoleh informasi melalui guru atau dosen dalam wujud manusia. Padahal, al-Qur’an adalah kitab suci dan kalāmullāh. Yang paling berhak mengajarkan adalah Pemilik kalam itu sendiri, Allah Swt.
Selain itu, manusia seringkali menafsikan epistemologi keilmuan melalui malaikat Jibril seperti ketika Nabi Muhammad Saw. ketika mengajarkan Islam, Iman, dan Ihsan dan ketika menerima wahyu yang pertama kali. Atas perintah Allah Swt., Malaikat Jibril turun mengajarkan Islam, Iman, dan Ihsan kepada Rasulullah saw. Jibril juga datang mengajarkan Rasulullah membaca , yaitu ketika menerima wahyu yang pertama. Itu berarti berguru kepada selain manusia adalah cara yang diakui oleh Islam. Islam mengakui dua jenis ilmu dilihat dari segi cara memerolehnya.
Sebuah epistemologi yang hampir tidak ditemukan dalam sistem pendidikan saat ini, termasuk epistemologi keilmuan ḥuḍūri dan ʻirfāni. Sebutlah ilmu-ilmu yang diperoleh melalui mimpi hampir tidak mendapat tempat dalam keilmuan modern. Padahal Nabi Musa as. diperintahkan Allah Swt. agar berguru kepada Nabi Khidir as. (Qs. al-Kahfi/18: 60-82). Ilmu ladunī yang diperoleh langsung oleh Nabi Khiḍir as. dari Allah Swt. sebagai anugerah atau limpahan kepadanya antara lain karena Nabi Khiḍir as. diakui sebagai hamba-Nya yang saleh.
Penulis buku yang juga khadim Tarekat Al-Muhammadiyah Al-Sanusiyah Al-Idrisiyah Indonesia dan juga Mustasyar PBNU menegaskan bahwa disinilah pentingnya memperdalam aspek Islam, Iman dan ihsan. Aspek Ihsan yang lebih dikenal sisi tasawuf yang justru kurang diminati, padahal aspek ihsan sangat penting, termasuk bergabung kesalah satu tarekat muktabarah.
Hadir memberikan sambutan Dr. KH. Kaswad Sartono, MA. (Ketua PC. NU Makassar), Dr. KH. Hamzah Harun Al-Rasyid, Lc., MA. (Ketua PW. NU Sulsel), Membuka acara mewakili rector, Prof. Dr. Darussalam, M.Ag (Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar) dan memimpin doa oleh Prof. KH. Najamuddin AS., MA., Ph. D. (Ketua MUI Sulsel).
Mengawali bedah buku, dihadirkan testimoni dari imam besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Sebagi pembedah Prof. Dr. KH. Muhammad Ghalib, MA. (Direktur Pasca Sarjana UIN Alauddin) menjelaskan tafsir Al-Alusi sebagai tafsir Isyari. Yang dapat menangkap adalah seseorang yang berinteraksi dengan isyarah atau aspek batin.
“Seringkali saya berpesan kepada mahasiswa, Jika ingin memahami al-Qur’an hendaklah bertanya kepada ahlinya.” Ungkap Prof. Dr. KH. Muhammad Ghalib, MA.
Sementara itu, Dr.K.H. M. Ruslan Wahab, Lc. MA. (Wakil Rektor IV UIM Makassar) menyampaikan bahwa buku karya Anre gurutta ini mengajak kita untuk memahami yang substantif dan inspiratif, supaya menuntun kita memahami aspek zahir dan batin. Berdasarkan pengalaman pribadi, sesuatu yang esoterik yang dianggap susah, sebenarnya tidak sesusah dengan yang nyata.
Kegiatan yang dilaksanakan Lembaga Ta’lif wan Nasr (LTN NU) Kota Makassar bekerjasama civitas akademik UINAM mampu menghadirkan sejumlah tokoh dan peserta bedah buku yang memenuhi aula kampus fakultas eknomi dan bisnis UINAM, di antaranya keluarga besar UINAM, dekan UIM Makassar, Ketua MUI Sulsel dan Kota Makassar, Ketua Dewan Masjid Indonesia Makassar, Ketua Baznas Kota Makassar, Ketua PC NU Sulsel dan PC. NU Makassar, MWC NU se-Kota Makassar dan sejumlah kader Nahdliyin se-Kota Makassar dan Majelis Ikhwan tarekat.
Jakarta, JATMAN Online – Khodimut Thariqah Naqsabandiyah KH. Ahmad Nafi menjelaskan setelah tarbiyah syariat, selanjutnya tarbiyah qulub. Ilmu tasawuf, memperbaiki nafsu, membuka hijab. Orang yang sudah bersyariat, berfiqih, bertasawuf maka itulah orang yang sampai pada hakikat.
“Hakikat adalah sempurnanya iman. Yakni, dalam kitab Lathoiful Isyaroh, hidupnya kalbu bersama Allah kapanpun, dimanapun, dengan siapapun. Kita tidak hanya mencegah hawa nafsu saat ibadah, tapi saat dalam pekerjaan,” kata Kiai Nafi saat mengadiri Pengajian Bulanan di Pesantren Mahasiswa Daarusshohabah, Jalan Pemuda Asli II No. 20 RT 03/03, Rawamangun, DKI Jakarta, Kamis (14/09/2023).
Pengasuh PP Raden Rahmat Sunan Ampel Jember ini menyampaikan kalau baik dengan orang yang baik itu wajar. Kalau hati bersih, ketemu orang maksiat atau buruk atau kriminal saja selalu husnuzon.
“Gimana caranya bersih hati? Kita harus tawadlu berhadapan dengan orang maksiat. Itu diterangkan dalam kitab Nasoihul ibad, caranya lihatlah bahwa rahmat Allah mungkin diberikan pada siapapun yang dikehendaki-Nya, sekalipun manusia itu ahli maksiat. Jika dia mendapat hidayah, bisa husnul khatimah. Kita tidak bisa menjamin bisa husnul khotimah,” jelasnya.
“Bencilah pada perilakunya, jangan benci pada orangnya. Ketika kita tidak bisa tawadlu, berarti ada kesombongan dalam hati,” tambahnya.
Menurut Kiai Nafi, cita-cita mulia adalah baik di dunia dan akhirat, tercegah dari neraka, masuk surga tanpa melihat neraka, tanpa hisab. Gimana caranya? Jadilah orang-orang pilihan Allah. Jadilah orang-orang yang shalih (ibadah dan muamalah).
“Ibadah jangan jasmani saja, isi juga dengan ruhaniyah, sambung dengan Nur Nabi, yakni sambunglah dengan orang-orang yang menjadi jalan menuju Allah. Jadilah orang yang bisa menjadi sahabat terbaik bagi semua orang,” ungkapnya.
Semarang, JATMAN Online – Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al Mu’tabaroh an Nahdliyyah (JATMAN) Idaroh Wustho Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) menggelar Manaqib Kubro di Pondok Pesantren Al-Mukhlisin Nyatnyono, Ungaran, Semarang, Sabtu (9/9/2023).
Manaqib Kubro, Istighosah, Bahtsul Masail, Temu Mursyid, dan Pengajian Akbar murupakan kegiatan rutin keliling 6 bulan sekali di 41 Syu’biyyah yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Manaqib Kubro ini turut dihadiri oleh perwakilan pengurus Idarah Aliyyah, pengurus Idarah Wustho Jateng dan DIY, Pengurus Syu’biyyah, para masyaikh dan habaib, serta TNI – Porli setempat dan tamu undangan lainnya.
Menurut Mudir JATMAN Jateng KH Ahmad Sa’id Lafif, Musyawarah Idaroh Wustho merupakan program JATMAN yang rutin dilakukan satu tahun dua kali.
“Program ini akan berkelanjutan terus menerus merupakan bagian Khidmah kita terhadap Thoriqoh.Musyawarah Idharoh Wustho ini bentuk komunikasi yang baik, sehingga menjalankan JATMAN Jateng berkembang pesat memberikan manfaat bagi masyarakat luas,’’ katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal JATMAN Idaroh Aliyyah KH. Mashudi dalam sambutannya menyampaikan atas nama JATMAN Idaroh Aliyyah mengapresiasi kegiatan pengajian akbar dan manaqib kubro ini
“Sejak pagi sampai sekarang dengan pengajian akbar dan tadi kita mengikuti bersama-sama maulidurrasul, kami yakin bahwa ini adalah arena untuk menjadikan majelis ini majelis yang mubarak. Sepulang dari mejelis ini semuanya diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala,” katanya.
Kiai Mashudi menjelaskan mejelis seperti inilah yang dikemas dan dikawal oleh JATMAN menjadi salah satu ngerem datangnya kiamat.
“Tidak akan terjadi kiamat selagi masih ada orang yang wirid dzikir Allah, Allah, Allah. Itulah garapan dari JATMAN, mengistiqomahkan wirid. Jadi, barangsiapa yang diberikan kekuaran berdzikir maka yang bersangkutan akan diberi tanda-tanda kewalian,” jelasnya.
“Jadi, JATMAN itu bukan hanya diikuti oleh bapak-bapaknya saja tapi ibu-ibunya juga berthoriqoh. Polisi berthoriqoh, tantara berthoriqoh. Mari kita do’akan dengan didampingi TNI-POLRI JATMAN semakin besar. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin,” tambahnya.
Mudah-mudahan majelis ini, lanjutnya, menjadikan kita semakin cinta kepada Rasululah shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika kita berkhidmah kepada Allah maka segala sesuatu akan tunduk kepada kita.
“Itulah sebabnya JATMAN sedang mengembangkan salah satu lajnah, yaitu lajnah Wathonah (Wanita Thoriqoh an Nahdliyyah). Kemudian lajnah MATAN (Mahasiswa Ahlith Thoriqoh al Mu’tabah an Nahdliyyah),” paparnya.
“Mudah-mudahan semua program yang sudah direncanakan oleh Idarah Aliyyah berserta Idaroh Wustho, Syu’biyyah, Ghusniyyah, dan Sa’afiyyah Se-Indonesia dimudahakan Allah dan akhirnya JATMAN menjadi jam’iyyah salah satu yang bisa mengamankan Indonesia yang kita cintai ini, menjadi Indonesia semakin hebat dan maju,” ungkapnya.
Jakarta, JATMAN Online – Seiring dengan kemarau panjang yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, yang membuat sejumlah wilayah mengalami kekeringan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) mengajak umat Islam untuk menggelar Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan.
“Kementerian Agama mengajak umat Islam untuk melaksanakan Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan,” kata Gus Yaqut di Jakarta, Jumat (15/09).
Ia mengatakan sesuai dengan namanya, al-istisqa’, adalah meminta curahan air penghidupan (thalab al-saqaya). Para ulama fikih mendefinisikan Shalat Istisqa sebagai shalat sunah muakkadah yang dikerjakan untuk memohon kepada Allah SWT agar menurunkan air hujan.
Shalat Istisqa pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, seperti yang dikisahkan lewat hadis riwayat Abu Hurairah RA.
Menurut Gus Yaqut, Shalat Istisqa menjadi bagian dari ikhtiar batin sekaligus bentuk penghambaan kepada Allah SWT.
“Memohon agar Allah menurunkan hujan yang lebat merata, mengairi, menyuburkan, bermanfaat tanpa mencelakakan, segera tanpa ditunda. Amin,” ujarnya.
Adapun pelaksanaan Shalat Istisqa sama dengan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Sesudah Takbiratul Ihram, melakukan takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua.
Setelah membaca Surat Al-Fatihah dan lainnya, lalu rukuk, sujud hingga duduk tahiyyat kemudian salam.
Khatib lalu menyampaikan khutbah sama seperti khutbah Idul Fitri dan Idul Adha. Khutbah dianjurkan mengajak umat Islam untuk bertobat, meminta ampun atas segala dosa, serta memperbanyak istighfar dengan harapan Allah SWT mengabulkan apa yang menjadi kebutuhan umat Islam dan makhluk hidup lainnya pada saat kemarau panjang.