Connect with us

Opini

Pengaruh Suluk terhadap Akhlak dengan Bimbingan Syekh Kamil Mukammil

Published

on

Tidak ada seorangpun manusia yang tidak melakukan kesalahan dan dosa. Untuk itu, siapapun yang menghendaki kehidupan yang baik selama dunia maupun di akhirat, maka ia harus ruju’ atau kembali dan bertaubat kepada Allah Swt. dari semua kesalahan tersebut, baik dosa zahir maupun dosa batin,

Allah Swt. berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (Al-Baqarah: 222)

Salah satu cara kembali kepada Allah adalah melalui suluk. Suluk adalah berjalan menuju Allah Swt. dengan mengharapkan kasih sayang-Nya.

Dalam suluk murid dianjurkan untuk tidak banyak berbicara, bahkan dibatasi jumlah perkataannya.

Selain itu murid hanya boleh bertanya untuk hal yang sangat penting, tidak mendengar hal-hal yang tidak bermanfaat, mengurangi tidur dan mengurangi makan serta memperbanyak zikir siang dan malam.

Dengan mengurangi banyak bicara, maka qalb akan semakin ‘hidup’ dan terkoneksi dengan Allah Swt. siang dan malam. Hasilnya, akan semakin mudah bagi kita berkomunikasi dengan Allah Swt. lewat zikir yang intensif.

Suluk merupakan sekolah ruhani yang resmi dari Allah Swt. untuk manusia dengan begitu sempurnanya, atas hasil riset dari para Nabi dan kemudian disempurnakan oleh para Wali, mengikuti perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan manusia di zamannya. Lewat suluk ruhani murid dinaikkan secara bertahap dari satu maqam ke maqam berikutnya sampai mencapai tahap makrifat yang sempurna, yaitu memandang Wajah Allah Swt. Yang Maha Agung dan Maha Sempurna.

Siapa yang bisa menuntun ruhani murid demikian sempurnanya? Ia adalah Mursyid yang Kamil Mukammil yang dalam dirinya telah bersemayam Arwahul Muqaddasah Rasulullah saw. yang bisa mensucikan seluruh ruhani orang-orang yang bersama dengannya.

Suluk juga melatih murid untuk disiplin dalam ibadah dan menumbuhkan rasa persaudaraan di antara pelaku suluk. Keakuan dan kesombongan secara perlahan akan memudar karena semua diperlakukan dengan sama tanpa memandang status sosial dan pangkat duniawi yang disandangnya. Suluk adalah sarana paling ampuh untuk membina ukuwah Islamiah, mencintai saudara seperti mencintai diri sendiri seperti yang disampaikan Nabi Muhammad saw. dalam hadistnya,

Maka, jika seorang hamba telah jenuh dengan rutinitas dunia dan segudang masalah yang tersimpan di memori otak sulit terhapus serta gairah hidup semakin menurun, maka suluk adalah solusi yang tepat untuk men-charger kembali energi hidup, sehingga setelah keluar dari suluk, akan menjadi pribadi yang benar-benar baru, penuh semangat serta dapat menelusuri kehidupan dunia dengan tanpa keraguan.

Suluk pada intinya adalah memperbaiki akhlak dan tingkah laku, memperkuat keyakinan akan kesadaran keberadaan Tuhan, kehendak Tuhan dan juga kehendak jiwa serta menyadari kedudukan hamba. Suluk tidak akan terlepas dari proses mensucikan jiwa yang bersinggasana dalam hati seseorang.

Penulis: Tgk Selamet Ibnu Ahmad (Pembantu Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia MPTT-I Kec. Wih Pesam, Bener Meriah, Pimpinan Iqadzhul Ummah Alwaliyah)
Editor: Khoirum Millatin

Opini

Sufisme sebagai Jangkar Perdamaian Internasional

Published

on

Agenda Muktamar Sufi Internasional yang digelar di Pekalongan, pada akhir Agustus 2023 lalu menjadi penanda penting untuk membangun peradaban dan perdamaian dunia, dari jantung spiritualitas Islam. Para ulama sufi berkumpul dari berbagai belahan dunia, untuk bersama-sama membangun konsensus, menguatkan jejaring, saling bersilaturahmi dan memikirkan masalah-masalah mendasar peradaban dunia. Dari diskusi intensif dan halaqah-halaqah yang digelar, menunjukkan betapa kegelisahan para ulama sufi dari berbagai belahan dunia, untuk ikut mencari solusi dari masalah yang terjadi di level internasional.

Agenda ini dibuka oleh Presiden Joko Widodo bersama beberapa menteri dan tokoh publik. Juga, dihadiri ratusan tokoh sufi dari berbagai negara yang hadir pada forum ini. Di antaranya: Syeikh Dr. Muhammad Al-Syuhumi Al-Idrisy (Libya), Syeikh Muhammad Riyadh Bazo (Lebanon), Syeikh Dr. Yusri Jabr, Syeikh Dr. Usama Sayyid Al-Azhari (Mesir), Syeikh Dr. Ibrahim Niyas (Senegal), Syeikh Christoper Sulaiman (Prancis), Syeikh Ahmad Al-Tijani (Ghana) dan beberapa tokoh lain.

Dari forum Muktamar Sufi Internasional tersebut, kita bisa menyimak betapa perhatian besar para ulama waskita dari berbagai negara, untuk terjun langsung membedah masalah-masalah fundamental yang terjadi. Dari perbincangan antar ulama itu, tergambar betapa ulama sufi itu tidak berada di menara gading, tidak menyendiri terpencil berada di majelis dzikirnya. Namun, lebih dari itu, bergerak bersama untuk bersama-sama dengan pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan, mencari solusi strategis atas masalah sosial lintas kawasan.

Kita bisa melihat visi besar Maulana Habib Luthfi bin Yahya, yang sangat menaruh konsern untuk menjadikan sufisme sebagai jangkar perdamaian dan peradaban internasional. Habib Luthfi mengerti betul bagaimana masalah-masalah mendasar yang terjadi di bangsa ini, juga masalah-masalah kronis yang mengakar di berbagai negara. Justru dengan pengetahuan dan pemahaman atas masalah sosial-politik dan kemasyarakatan ini, Maulana Habib Luthfi justru bergerak untuk mengajak para ulama sufi untuk bersama-sama mencari solusi. Ini merupakan gerakan yang panjang, yang membutuhkan energi, fokus dan perhatian besar. Dengan kecintaan terhadap umat, rasa perhatian besar terhadap manusia, Maulana Habib Luthfi mempertemukan banyak sekali pihak dari ulama sufi lintas negara, untuk memberi dampak bagi perubahan sosial masyarakat menuju ke arah yang lebih baik.

Muktamar sufi internasional dipungkasi dengan kesepakatan sembilan rekomendasi. Di antaranya terkait pentingnya pengembangan investasi di bidang pertanian, energi terbarukan, pembangunan berkelanjutan, hingga penyadaran untuk pengurangan polusi. Selain itu, pembentukan pasar ekonomi juga menjadi pembahasan mendasar, terutama koordinasi strategis dengan kamar dagang, sektor industri dan pertanian. Muktamar juga menyepakati agar para ulama sufi berkontribusi pada sektor Pendidikan, dengan memberikan sentuhan keimanan bernafas sufisme. Forum juga mendorong pendirian Universitas al-Ihsan, dengan membentuk tim khusus yang bekerja untuk perwujudan ide besar ini. Selanjutnya, Muktamar juga menyerukan proses perdamaian dengan strategi dialog, untuk mempercepat stabilitas politik di Sudan, Nigeria, Yaman, Libya, Suriah dan beberapa negara lain.

Rekomendasi-rekomendasi yang terpublikasi dari forum Muktamar Sufi Internasional menjadi bukti penting bahwa para ulama punya konsentrasi tinggi untuk menyelesaikan masalah-masalah fundamental di level antar negara. Dengan berjejaring dan terkonsolidasi, kekuatan antar para ulama sufi bersama jutaan pengikut yang tersebar di seluruh dunia, menjadi jangkar kekuatan penting untuk merancang peradaban baru di masa depan yang lebih cerah.

Habib Luthfi menyampaikan bahwa sudah saatnya membincang perbedaan pendapat (khilafiyyah) dalam komunikasi yang lebih tepat. “Sekarang ini untuk membangun ukhuwah islamiyyah (persaudaraan Islam) dan ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air) dalam ekonomi dan pendidikan, yang mampu menjawab tantangan umat dan bangsa,” jelas Habib Luthfi di hadapan peserta muktamar.

Maulana Habib Luthfi juga menegaskan keprihatinan beliau atas kondisi ekonomi dan pertanian saat sekarang ini. Sektor ketahanan pangan di kawasan Indonesia maupun di seluruh dunia, menjadi perhatian sangat penting serta memerlukan solusi nyata. Maka dari itu, penting membangun persaudaraan antar sesama, yang bisa menjadi fondasi perdamaian.

Sufisme dan Transformasi Sosial

Saya selalu mengingat dawuh Maulana Habib Luthfi bin Yahya, tentang bagaimana menyelaraskan tugas sebagai manusia, keseimbangan spiritualitas dan tanggungjawab sosial. Murabbi ruhina Maulana Habib Luthfi, selalu berpesan untuk terus menjaga dzikir dan wirid rutin sebagai tugas spiritual, tapi tetap mengupayakan yang terbaik di bidang sosial sebagai tugas kita sebagai manusia. Khairun naas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia itu yang bermanfaat untuk manusia lain. Dengan pedoman ini, maka sufisme tidak berjarak dengan tugas manusia sebagai khalifah fil-adh, tugas mengelola bumi seisinya dengan pengetahuan dan kebijaksanaan menjadi sangat penting.

Saya ingin merefleksikan bahwa hal-hal fundamental yang sudah dibangun oleh Maulana Habib Luthfi bin Yahya, menjadi pondasi penting bagi kita untuk melangkah. Keseimbangan spiritual dan tanggungjawab sosial ini menjadi penting, yang memacu kita untuk terus belajar, berkarya dan memberikan yang terbaik untuk kemanusiaan. Kita juga bekerja di tempat masing-masing dengan niat ibadah, karena semua pekerjaan juga bagian untuk mengabdi, untuk meneruskan khidmah.

Persentuhan saya bersama teman-teman dengan Maulana Habib Luthfi dan para ulama dunia di forum Muktamar Sufi Internasional, seolah menyegarkan jiwa dan membangkitkan semangat untuk berjuang, bekerja dan memberikan khidmah terbaik untuk masyarakat. Peran sosial ini tidak untuk dihindari, tapi diperjuangkan dengan terus belajar, berjejaring dan memberikan yang terbaik, sebagai tanggungjawab untuk menjadi jangkar peradadan (*).

Penulis: Dr. H. M. Hasan Chabibie, Pengasuh pesantren Baitul Hikmah, Depok, Jawa Barat; Ketua Umum Mahasiswa Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (MATAN).

Sumber: https://timesindonesia.co.id/kopi-times/467301/sufisme-sebagai-jangkar-perdamaian-internasional

Continue Reading

Opini

KH Mukhlis Hanafi Gaungkan Konsep Green-Sufism untuk Menghadapi Perubahan Iklim

Published

on

KH. Mukhlis Hanafi merupakan satu-satunya narasumber perwakilan Indonesia yang menjadi pembicara di komisi A dalam acara konferensi sufi dunia di Pekalongan. Pada konferensi ini terdapat beberapa panel, dan pada panel keempat yang bertemakan “Peran Tasawuf dalam Membangun Peradaban dan Manusia”, KH Mukhlis Hanafi menjadi pembicara keenam yang menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia.

Sosok alumni Al-Azhar Kairo yang saat ini juga menjadi ketua Lajnah Pentashih al-Quran di Kemenag mengusung tema menarik dalam presentasinya. Tema yang beliau bawakan adalah “Green-Sufism: Metode Sufi dalam Menghadapi Tantangan Perubahan Iklim”.

Dia mempresentasikan makalahnya dengan full menggunakan bahasa Arab yang fasih dan lugas, tanpa adanya kesalahan maupun kekeliruan. Ini menjadi motivasi tersendiri bagi penulis dan menjadi cermin bahwa putra bangsa pada dasarnya juga mendapat kesempatan yang sama untuk tampil dalam Forum Sufi Internasional.

Menurut pemaparannya, perubahan iklim yang terjadi di berbagai negara ini tentu sudah menjadi problem nasional bahkan internasional. Dan untuk menghadapinya memerlukan banyak peran dari berbagai kalangan. Problem ini sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah saja, akan tetapi sudah menjadi masalah yang harus dihadapi oleh semua elemen dalam masyarakat, termasuk para sufi di dalam dunia tasawuf.

Konsep tasawuf pada masa sekarang ini sudah tidak relevan lagi jika dimaknai dengan sebatas berzikir dan wirid saja. Karena zaman semakin berubah dan peradaban pun berkembang. Bahkan problem-problem global tidak bisa dihindarkan, di antaranya adalah perubahan iklim. Memang, pada dasarnya problem perubahan iklim ini bukanlah ranah keahlian para sufi dalam dunia tasawuf. Walau demikian, setidaknya ada satu hal yang menjadi kesamaan dan tidak bisa dihindarkan. Yaitu dampak dari perubahan iklim sendiri yang dirasakan oleh seluruh masyarakat, termasuk di dalamnya kalangan sufi. Sebab itulah, sudah menjadi kewajiban bagi para sufi dalam dunia tasawuf untuk ikut andil dalam menghadapi masalah perubahan iklim ini.

Para sufi dituntut untuk merealisasikan kosep ihsan bukan hanya dalam hal ibadah atau sebatas hubungan antara hamba dan Tuhannya saja. Lebih luas lagi, konsep ihsan pada masa sekarang ini sudah harus diterapkan dalam lingkungan. Kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan harus semakin ditingkatkan. Sekarang sudah tidak lagi hanya berfokus pada ruhaniyah atau akhlak sosial sesama manusia saja, akan tetapi juga terhadap lingkungan dan alam dengan menjaga dan melestarikannya. Dengan demikian para sufi dapat ikut andil dalam menghadapi masalah perubahan iklim.

Imam Ghazali pernah mengatakan bahwa seseorang yang memotong ranting pohon itu dapat dihukumi kafir terhadap nikmat Allah. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang melakukan pencemaran lingkungan lebih dari itu, seperti penebangan hutan, limbah pabrik, polusi udara, dan masih banyak lagi. Harusnya dari kutipan Imam Ghazali tadi, yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi rujukan dalam dunia tasawuf. Sudah sangat jelas dan dapat dipahami bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan adalah termasuk dari tugas para sufi dalam dunia tasawuf.

Ringkasnya, konsep green-sufism ini adalah mengajak kepada para sufi dalam dunia tasawuf khususnya, agar lebih peka terhadap masalah lingkungan. Berperan aktif dalam memberikan pemahaman terhadap para murid maupun masyarakat untuk ikut andil dalam menghadapi masalah perubahan iklim ini. Bahwasanya menjaga lingkungan dan menjaga alam juga merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan.

Continue Reading

Opini

Romantisme Presiden Jokowi dan Habib Luthfi dalam Acara Konferensi Sufi Dunia

Published

on

Pekalongan, JATMAN Online – Ada yang menarik pada pembukaan Muktamar Majelis Sufi Internasional di Sahid International Convention Center. Selasa (29/08).

Pada prosesi pembukaan secara resmi, Habib Luthfi yang didampingi oleh Presiden RI, Bapak Ir. Joko Widodo saling bergandengan tangan ketika hendak turun dari panggung.

Melihat pemandangan yang demikian, kita sebagai rakyat Indonesia merasa sejuk dan kagum dengan penghormatan seorang pemimpin negara yang begitu takdzi kepada guru kita semua, Habib Luthfi bin Yahya.

Tentunya hal tersebut bukan hanya sebatas pemandangan biasa. Ada banyak makna dan pesan tersirat di dalamnya. Bahkan salah seorang ulama dari Lebanon, yaitu Syekh Riyadl Bazo ikut menyoroti pemandangan tersebut. Wakil Mufti Lebanon tersebut menyampaikan pada saat presentasi di Komisi A, Hotel Santika, bahwa menggandeng dan menuntunnya Presiden Jokwi kepada Habib Luthfi merupakan simbol keamanan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah sangat memperhatikan dan menjaga para ulama dan tokoh agama di negeri ini. Seperti inilah makna hakikat tasawuf yang sesungguhnya, yaitu menciptakan negera yang damai serta sejahtera dengan keikutsertaan semua elemen di dalamnya termasuk peran pemerintah dan peran para ulama.

Syekh Riyadl Bazo kembali menegaskan bahwa makna tasawuf dan tujuan tasawuf dapat kita lihat di dalam sosok Habib Luthfi. Beliau mampu merangkul semua kalangan, mulai dari atas hingga bawah untuk ikut andil dalam menjaga persatuan, kesatuan dan kesejahteraan bangsa. Praktik tasawuf seperti inilah yang perlu dilestarikan dan dipratikkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, kesejahteraan dan perdamaian akan mudah tercapai.

Continue Reading

Facebook

Arsip

Trending