Diterangkan dalam kitab Jami’ul ushul, Raja’ atau harapan dalam pandangan ahli tasawuf terbagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu:
1. Raja’nya orang ‘awam, yaitu bahwa dia mengharapkan ampunan-Nya dan takut siksaan-Nya
Makna Raja’ secara bahasa sendiri adalah mengharap. Yang dimaksud Raja’nya orang awam adalah menghilangkan setiap harapan selain dari Allah Swt. Sebagaimana lafaz zikir Laa Ilaaha Illallah, kalimat tersebut tidak hanya bermakna tiada Dzat yang wajib kami sembah kecuali Allah, tapi juga mengandung makna tiada Dzat yang wajib kami harapkan kecuali Allah, tiada Dzat yang wajib kami mintai ridlanya kecuali Allah, tiada Dzat yang wajib kami mintai keselamatan di akhirat kecuali Allah dan banyak lagi.
Dalam kalimat-kalimat tersebut, selalu berputar kalimat Raja’ kepada Allah Swt. untuk menepis segala pengaruh dan pengharapan di hati selain-Nya. Ikhtiar dan menjalankan syariat memang harus dilakukan, tetapi dasar pondasi yang pertama adalah Raja’ kepada Allah Swt. Jika hal itu benar-benar diterapkan, maka tidak akan melekat kesyirikan di hati.
2. Raja’nya orang khas, yaitu dia mengharapkan karunia-Nya dan takut akan keadilan-Nya
Pada katagori yang kedua ini, yang dimaksud adalah Raja’nya orang makrifat yang tingkat tauhidnya sudah matang. Di mana dalam setiap perjalanannya tidak pernah terlepas dari Allah Swt. Tidak ada dalam hati mereka takut istri, anak, kekayaannya hilang, tapi yang paling ditakutkan adalah ketika ia lupa dan jauh dari Allah Swt. Hatinya takut kehilangan Allah Swt. Orang yang selalu ingat dan terpaut hatinya kepada Allah Swt., maka akan mendapat penjagaan dari-Nya.
3. Raja’nya orang akhash, yaitu dia mengaharapkan karunia-Nya dan takut meninggalkan-Nya
Orang yang masuk dalam katagori akhash itu sama sekali tidak menggantungkan pahala ibadahnya atau amaliyahnya. Karena menurutnya jika karena pahala yang mengantarkannya masuk ke dalam surga, ini akan bahaya dan apa yang ia usahakan justru akan rusak. Karena sesungguhnya yang menyebabkannya masuk ke surga adalah Rahmat Allah melalui amal shalih.
Jika hanya berharap pada pahala, rasa tidak mungkin orang di seluruh dunia ini akan masuk surga. Seperti contoh, kita diberi umur 60 tahun. Kemudian dipotong masa aqil baligh pada usia 15 tahun. Berarti kita hidup 45 tahun. Lalu sekarang dikalkulasikan dengan berapa banyak pahala yang dihasilkan dari shalat kita yang rata-rata hanya sampai lima menit. Mungkin umur kita sampai pada usia 60 tahun, tapi dari sepanjang usia itu, jika digabungkan shalat kita mungkin hanya sampai beberapa hari saja. Lalu apakah waktu sesingkat itu layak menjadikan kita masuk ke dalam surga? Tapi siapa pula yang akan kuat masuk neraka?
Sebab itu, untuk mencapai rahmat Allah Swt adalah dengan mengamalkan perintah-Nya. Sedangkan apabila kita masuk ke dalam surga, itu karena birahmatihi jallaahu wa alaahu (melalui rahmat-Nya Yang Maha Agung dan Yang Maha Tinggi) dan syafaat Nabi Muhammad Saw.
Dari semua penjelasan di atas, apabila seseorang sudah mengenal Raja’, maka ia selalu mengharapkan Allah Swt. Sedangkan hal yang paling ditakuti adalah jika keluar dari dunia ini membawa su’ul khatimah (akhir yang buruk). Para wali Allah selalu mengharap kepada-Nya supaya menjadi akhir yang baik dari pungkasannya, ialah bisa mendapatkan keutamaan dari Allah Swt. yaitu husnul khatimah (akhir yang baik).