Hikmah
Kisah Viralnya Makam Mbah Maimun
Published
1 year agoon

Bakda Subuh, sebelum membimbing jamaah Kbih ‘Al-Gratis’ berziarah ke pemakaman Ma’la, sebagai bentuk totalitas seorang pembimbing saya ke Ma’la duluan untuk “kursus” kepada Habib Muhammad Alaydrus, seorang Habib dari Hadhramaut yang tinggal di Mekkah. dari beliau saya banyak mengetahui makam-makam para sahabat, ulama dan awliya yang dimakamkan di Ma’la, mulai dari Fhudail Bin Iyadh, Ibnu Hajar Al-Haitami, Sayyidah Asma’ Bint Abu Bakar Asshiddiq, Sayyidina Abdullah Bin Zubair dan para tokoh-tokoh besar Islam lainnya.
Namun yang membuat saya agak kaget dan terkejut, ketika melewati sebuah komplek pemakaman, beliau menunjuk sebuah makam dan berkata:
“nah, disana makam Syaikh Maimun,“
“ beliau guru saya, saya ngaji kepada beliau 6 tahun,“ saya menimpali.
“ Masyaallah.. 6 tahun?“.
“ iya Habib.. 6 tahun “.
Beliau kemudian mengirim doa dan fatihah untuk Mbah Moen dari kejauhan. Saya penasaran, darimana beliau tau tentang makam Mbah Moen. tadi siang saya bertanya : “ Sayyid, saya heran dari mana antum tau makam Syaikhina Maimoen ? Apa antum pernah bertemu dengan beliau “
Beliau menjawab : “ tidak.. tapi makam beliau memang masyhur “
Makam Mbah Moen memang bisa dikatakan sebagai salah satu makam paling viral di pemakaman Ma’la. Hampir semua petugas di pemakaman Ma’la ( yang rata-rata orang India, Pakistan atau Banglades ) pasti tau posisi makam beliau. makam beliau tidak pernah sepi dari penziarah, baik itu satu orang, dua orang, atau rombongan. apalagi di musim umroh atau haji seperti sekarang ini.
Saya lantas berfikir, apa rahasia dibalik kemuliaan Mbah Moen yang seakan tak lekang oleh waktu ini ? menjadi orang yang masyhur dengan kemuliaannya di negeri orang, di kota termulia di dunia yaitu Makkatul Mukarromah.
Menurut saya setidaknya ada dua sebab :
Pertama, semasa hidupnya Mbah Yai terkenal sebagai seorang yang sangat menyukai ziarah kubur para wali. nyaris semua makam para wali pernah beliau ziarahi, bahkan makam-makam yang mungkin tidak banyak diketahui oleh orang-orang. beliau pernah berpesan kepada para santrinya yang datang dari luar negeri untuk ziarah dulu ke Luar Batang :
“Salah satu kebiasaan Para ulama Sarang adalah setelah tholabul ilmi dari luar negeri mereka ziarah ke Habib Husein Luar Batang, Habib Husein Luar Batang ibarat gudang Ilmu perpaduan mulianya Ilmu dan Nasab “.
Beliau bahkan rela menempuh jarak ribuan kilo meter untuk menziarahi makam para awliya, beliau pernah jauh-jauh ke Uzbekistan untuk berziarah ke makam Syaikh Bahauddin Naqsyabandi pendiri Thariqah Naqsyabandi, juga ke makam Imam Bukhori, ke makam Imam Ghozali, beliau juga sering bercerita bahwa beliau pernah berziarah ke makam Syaikh Abul Hasan Asyyadzili yang makamnya ada di tengah gurun pasir di Mesir. Kecintaan beliau yang luar biasa terhadap ziarah kubur ini mungkin yang membuat makam beliau juga ramai diziarahi orang sampai sekarang ini.
Kedua, adalah barokah doa beliau sendiri. Saya mendengar dari Habib Mikail Hud bahwa Syaikhina Maimun Zubair selama 18 tahun berdoa dan bermunajat semoga Allah kumpulkan dan makamkan beliau bersama para ulama ahlul bait. dalam kitab beliau مسلك التنسك المكي beliau menulis :
” عسى المولى الكريم أن يجمع نفسي مع حملة العلم من علماء هذه الأمة و بالأخص علماء أهل البيت الذين خصهم الله بخصائص التي لا يعلم عظمتها إلا الله “
“Semoga Allah mengumpulkan saya dengan para ulama, khususnya ulama Ahlul Bait yang mana Allah memberikan untuk mereka banyak keistimewaan yang tidak mengetahui keagungannya kecuali Allah sendiri “
Saya nyaris merinding Ketika membaca redaksi kitab beliau yang dikirim oleh Ustadz Amirul Ulum ini, air mata saya tak tertahan. saya ingat kemarin di Ma’la Habib Muhammad Alaydrus mengajak saya ke 3 petak pemakaman yang khusus untuk Ahlul Bait Ba’alawi. disitu ada Makam Habib Muhammad Bin Husein Al-Habsy guru dari Syaikhona Kholil, ayah dari Habib Ali Al-Habsy Shohibul Haul Solo. ada makam Habib Muhammad Al-Haddar guru dan mertua Sayyidil Habib Umar, ada makam Al-Quthb Habib Abdul Qodir Bin Ahmad Asseggaf dan masih banyak para Habaib lainnya. di Ma’la juga terdapat makam para Ahlul Bait Al-Hasani Al-Idrisi, seperti guru beliau Sayyid Alwi Al-Maliki, Sayyid Muhammad Al-Maliki, Sayyid Abbas Al-Maliki dll.
Muhibbul qoum yalhaq bil jama’ah, kekuatan cinta memang tidak pernah lekang oleh waktu. Mbah Moen adalah salah satu buktinya.
Barokah cinta Mbah Moen kepada para Habaib dan ahlu Bait Nabi, Allah kumpulkan beliau dengan mereka, bukan hanya di dunia saja, tapi di alam barzakh, dan tentunya kelak di surga Allah Insyallah.
Menurut salah satu keluarga beliau, Salah satu doa yang beliau ulang-ulangi ketika Thawaf adalah :
اللهم اجعلني و من أحبّني من كبار أوليائك
“Ya Allah jadikan saya dan orang-orang yang mencintai saya sebagai pembesar wali-wali-Mu “
Kulo cinta panjenengan Yai, Mugi-mugi diakoni sebagai santri panjenengan ila yaumil qiyamah Yai..
Penulis: Ismael Al-Kholilie
Editor: Warto’i
Hikmah
Bulan Maulid 1445 H, Habib Umar bin Hafidz Ijazahkan Shalawat Khusus Ibrahimiyah
Published
2 months agoon
15/09/2023
Habib Umar bin Hafidz dikenal sebagai seorang ulama keturunan Ba Alawi yang nasabnya sampai kepada Rasulullah Saw.
Habib Umar bin Hafidz mengajar tentang tasawuf dan kehidupan spiritual. Ia menghabiskan masa mudanya untuk memperdalam ilmu agama di bawah bimbingan ayahnya dan para ulama terkemuka di Kota Tarim.
Pada bulan Rabiul Awal 1445 H Habib Umar mengijazahkan Shalawat khusus Ibrahimiyah dibaca minimal 3000 kali. Bagi mereka yang banyak membaca akan mendapatkan banyak keutamaan dari Allah Ta’ala.
Adapun teks bacaan Shalawat Khusus Ibrahimiyah 1445 H sebagai berikut :
اللهُمَّ يا خَيرَ الناصرين، نسألكَ بِكَ أن تُصلِّيَ وتُسَلِّمَ على عَبدِكَ وحَبِيبِكَ سيِّدِنا محمدٍ وعلى آلهِ وصحبهِ، صلاةً تنصُرُنا بها بِما نَصرْتَ بهِ المُرسلِين، وتحفظُنا بها بِما حَفِظْتَ بهِ الذِّكرَ، يا قويُّ يا مَتِين.
“Ya Allah, Dzat sebaik-baiknya penolong, kami meminta kepada-Mu semoga shalawat dan dalam tercurahkan kepada hamba-Mu, kekasih-Mu junjungan Nabi Muhammad serta keluarga dan sahabatnya. Shalawat untuk memenangkan kami sebagaimana Engkau telah memenangkan semua urusan-Mu dan dengan itu Engkau akan melindungi kami dengan apa yang telah Engkau pelihara Ingatannya, Wahai Yang Maha Perkasa, Wahai Yang Maha Kokoh.”
Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz dilahirkan di Tarim pada Senin, 4 Muharram 1383 H atau 27 Mei 1963 M. Habib Umar resmi mendirikan Darul Musthafa pada Selasa 29 Dzulhijjah 1417 H/6 Mei 1997 M.
Sejak belia, beliau telah mempelajari sejumlah ilmu agama seperti Al-Hadist, Fiqih, Tauhid dan Ushul Fiqih dari lingkungan keluarganya sendiri, terutama dari ayahnya, Muhammad bin Salim yang merupakan seorang Mufti di Tarim.
Keluarganya bermazhab fikih Imam Syafi’i. Mereka termasuk kalangan Ahlussunnah waljama’ah dengan kecenderungan pada Thariqah Bani Alawi (Alawiyah).
Selain dari Ayahnya, pada masa itu ia juga belajar dari tokoh-tokoh lainnya seperti Al-Habib Muhammad bin Alawi bin Shihab al-Din, Al-Habib Ahmad bin Ali Ibn al-Shaykh Abu Bakr, Al-Habib Abdullah bin Shaykh Al-Aidarus, Al-Habib Abdullah bin Hasan Bil-Faqih, Al-Habib Umar bin Alawi al-Kaf, al-Habib Ahmad bin Hasan al-Haddad, dan ulama lain di Tarim.
Penulis: Abdul Mun’im Hasan
Editor: Khoirum Millatin

Dalam al-Quran dijelaskan, masuk Islamlah kamu secara kaffah. Lalu, apa itu kaffah? Ada tiga unsur fundamen dinul haqq, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Kita perlu mengetahui Islam dengan baik dan benar melalui pendekatan Ilmu Fiqh. Kita perlu mengetahui iman dengan baik dan benar melalui pendekatan Ilmu Kalam dan kita perlu mengetahui ihsan dengan baik dan benar melalui pendekatan Ilmu Tasawuf. Inilah tiga kekuatan yang harus didoktrinkan kepada kita yang mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jamaah yang kita nikmati manisnya sekarang.
Halawatul (manisnya) Islam, Halawatul (manisnya) Iman, Halawatul (manisnya) Ihsan itu dapat dirasakannya Islam dengan baik, dapat dinikmatinya Iman dan Ihsan itu dengan baik oleh jiwa kita, dan itulah wilayah thariqah.
Jadi wilayah thariqah itu adalah wilayah rasa. Berbicara rasa kedudukannya qalbu (hati). Kalau wilayah fiqih kedudukannya di akal. Thariqah kedudukannya di hati, dirasakan, bukan dipikirkan. Tetapi dua kekuatan ini, yaitu kekuatan pikiran di satu sisi dan kekuatan qalbu di sisi yang lain, itulah yang dinamakan dengan ibadah.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad saw. bersabda,
ان تعبد الله كانك تراه فان لم تراه فانه يراك
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah Engkau melihatNya (Allah). Jika pun belum bisa melihatNya, maka yakinlah bahwa Ia (Allah) melihatmu”
Hadis di atas adalah dalil ihsan. Adapun lafaz An Ta’budallah itu bermakna umum. Semua penyembahan kepada Allah, termasuk shalat, puasa, haji, zakat, syahadatain sewaktu tahiyat, dan apapun yang merupakan ibadah mahdhah, kita pasti berhadap-hadapan pada suasana tersebut.
Kekhusyukan hati itu bukan hanya waktu shalat. Sewaktu mengeluarkan zakat, maka khusyukkan hatimu. Sewaktu menunaikan puasa, maka khusyukkan hatimu. Sebab itu adalah satu rangkaian penyembahan. Karena selama ini kita sering salah paham jika yang perlu khusuk itu hanya shalat.
Begitu juga sewaktu melakukan haji, maka khusyukkan hajimu. Bahkan dalam Kitab Haqiqatul Hajj, Syekh Yusuf Maqassari menjelaskan ‘Al-Hajju Arafah’, bukan Al-Hajju fil Arafah. Yang dimaksud Arafah bukan hanya sekedar tempat. Pada hakikatnya haji adalah pertemuan seorang hamba dengan Tuhannya. Untuk bisa bertemu, ia harus wukuf, berhenti dari urusan duniawi. Maka ia baru bisa mengenal Tuhannya dengan baik dan benar. Jadi kekhusyukan sangat dibutuhkan.
Adapun thariqah dan kekhusyukan adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena kedudukannya di hati dan perlu diolah dengan baik. Jika ada ahli thariqah yang masih memiliki sifat dengki, hasad, ujub, sombong, sudah pasti itu hanya casingnya saja yang thariqah. Maka dari itu Rasulullah saw. amat menitikberatkan pada innamal a’malu binniat, karena urusan niat adalah urusan hati. Inilah yang perlu diasah oleh para salik, murid, badal, khalifah dan mursyid.
Selain kuat di dalam urusan ikhtiar (urusan otak), orang thariqah juga harus mengasah hati. Sebab itu kita perlu memaksimalkan pikiran kita dengan ikhtiar dan mengoptimalkan hati kita dengan zikir, bermunajah, berdoa kepada Allah Swt. Sehingga ketika kita terbentur pada urusan logika, maka secara otomatis kekuatan logikanya akan pindah ke dalam kekuatan hati. Itulah orang thariqah.
Untuk itu, jangan sampai ilmu hanya keluar dari lisan dan otak saja. Karena yang paling penting adalah bagaimana ilmu keluar dari hati. Jika hanya lisan yang menyampaikan, maka orang lain hanya menerima dengan otaknya saja. Tetapi jika ilmu keluar dari hati dan pikiran, maka orang lain juga akan menerima dengan hatinya, itulah keberkahan.
Banyak ilmu kalau tidak ada berkah kita akan menjadi sombong, banyak harta kalau tidak ada berkah kita akan menjadi angkuh, memiliki tinggi jabatan kalau tidak ada berkah kita akan menjadi zalim pada jabatan kita. Yang kita buru adalah keberkahan dari Allah Swt. yang dudukannya di otak dan hati kita.
Disarikan dari penjelasan Sayyid Abdurrahim Assegaf (Habib Puang Makka)
Hikmah
Syekh Usama Kisahkan Imam Layts bin Sa’ad: Ulama Sufi Kaya yang Tak Wajib Zakat
Published
3 months agoon
01/09/2023
Syekh Usama Sayyid al-Azhari mengisahakan bagaimana dermawannya Imam Layts bin Sa’ad yang hidup sezaman dengan Imam Malik.
Diriwayatkan oleh Imam Syafi’i bahwasanya Imam Layts bin Sa’ad adalah ulama yang amat faqih dan kepakarannya melebihi Imam Malik. Ia adalah pimpinan ahli fikih, hadis dan banyak disiplin ilmu pada masanya yang banyak menjadi rujukan bagi umat Islam pada saat itu.
Di samping karunia ilmu yang begitu luar biasa, ia juga ulama yang sangat kaya raya. Imam Layts bin Sa’ad memiliki tanah dan sawah yang berlimpah. Sampai-sampai para ulama memperkirakan keuntungan pertahun dari hasil pertaniannya itu sekitar 80.000 dinar emas. Di mana setiap satu dinar setara dengan 4,5 gr emas. Jika dikonversikan ke masa sekarang, bisa jadi hartanya lebih dari 100 juta dollar AS.
Yang menarik, dari harta yang demikian banyak, Imam Layts tidak pernah memiliki kewajiban zakat. Sebab sebelum datang haul, hartanya sudah dikeluarkan semuanya. Karena begitu luar biasa dermawan, sehingga untuk bersedekah ia tidak pernah menunggu haul. Dan itulah yang ia lakukan sampai bertemu dengan Sang Pemilik Kehidupan.
Di samping itu, Imam Layts bin Sa’ad memiliki tiga majelis. Majelis pertama dikhususkan untuk para ulama, ahli fikih, hadis dan tafsir. Majelis kedua dikhususkan untuk para umara. Di mana para umara tersebut tidak akan pernah mengeluarkan satu keputusanpun kecuali setelah mendapat arahan darinya. Sedangkan majelis ketiga dikhususkan untuk orang yang memiliki kebutuhan dan hajat. Sehingga, tidak ada seorangpun yang meminta hajat kepadanya kecuali ia penuhi, termasuk biaya untuk pernikahan, haji, pengobatan dan lain-lain. Imam Layts bin Sa’ad melakukan kedermawanan yang begitu besar.
Pernah pada suatu hari datang seorang perempuan yang mengatakan jika suaminya sakit. Menurut dokter, cara menyembuhkan penyakit suaminya itu dengan memberikannya madu. Kemudian perempuan tersebut menemui Imam Layts bin Sa’ad dengan membawa sebuah lepek. Lalu Imam Layts bin Sa’ad menolak permintaan perempuan itu dengan berkata, “Tidak. Saya tidak akan memberikanmu selepek untuk madu. Tapi ambillah satu drigen madu itu, bukan satu lepek.”
Pada kisah yang lain, setiap kali Imam Layts bin Sa’ad melakukan perjalanan, ia selalu membawa tiga perahu. Perahu pertama khusus untuknya dan keluarganya. Kemudian perahu kedua untuk tamu-tamunya. Sedangkan perahu ketika khusus para koki dan bahan-bahan makanan. Sehingga ketika ia sampai di satu lokasi, para koki itu memasak dan membagikan semua hasil masakannya kepada pendudukan lokasi itu.
Suatu hari Imam Layts bin Sa’ad melakukan ibadah haji dengan ditemani oleh Imam Malik bin Anas. Imam Malik kemudian memberikannya satu piring kurma. Kemudian kurma itu ia tuang dan diganti dengan dinar emas setara piring itu untuk diberikan kepada Imam Malik.
Dari kisah ini, Syekh Usama kemudian menyampaikan,
“Saya ingin menyimpulkan apa yang saya katakan. Inilah keadaan orang Islam. Inilah keadaan sebenarnya ahli tasawuf yang memenuhi dunia dengan pembangunan, memerangi kemiskinan, memerangi kelaparan, memenuhi dunia dengan kekayaan. Dan kita harus seperti itu.”

Hirarki Kemursyidan dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah

Apakah Seorang Salik itu Boleh Mendawamkan Zikir Di Luar Zikir Thariqahnya?

Hadiri Ngaji Bulanan Pesma Daarusshohabah, Kiai Nafi Jelaskan Pentingnya Tasawuf
Habib Luthfi bin Ali bin Yahya
Anugerah Gelar DHC Abah
Arsip
- September 2023 (35)
- August 2023 (68)
- July 2023 (63)
- June 2023 (62)
- May 2023 (71)
- April 2023 (54)
- March 2023 (66)
- February 2023 (61)
- January 2023 (72)
- December 2022 (60)
- November 2022 (68)
- October 2022 (66)
- September 2022 (68)
- August 2022 (61)
- July 2022 (73)
- June 2022 (74)
- May 2022 (72)
- April 2022 (67)
- March 2022 (89)
- February 2022 (85)
- January 2022 (89)
- December 2021 (72)
- November 2021 (36)
- October 2021 (6)
- September 2021 (15)
- August 2021 (14)
- July 2021 (15)
- June 2021 (20)
- May 2021 (15)
- April 2021 (20)
- March 2021 (15)
- February 2021 (30)
- January 2021 (62)
- December 2020 (95)
- November 2020 (101)
- October 2020 (72)
- September 2020 (41)