Berita
JATMAN dan Warung Kebangsaan Gelar Diskusi Pencegahan Korupsi
Published
2 years agoon

Jakarta, JATMAN Online: Lajnah Advokasi Hukum Idaroh Aliyyah JATMAN, bekerjasama dengan MATAN DKI Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul dan Warung Kebangsaan, menyelenggarakan Diskusi Interaktif dengan tema “Peran Nilai-nilai Tasawuf dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”, Jumat (17/09). Kegiatan tersebut bertujuan untuk memahami problematika kejahatan korupsi di Indonesia, bagaimanan perspektif kriminologis terhadap kejahatan korupsi, serta sejauhmana nilai-nilai tasawuf dan praktik thoriqoh dapat dijadikan instrumen atau pendekatan dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi. Diskusi yang diselenggarakan secara virtual itu menghadirkan tiga narasumber yakni; Dr. Nurul Ghufron, SH.,MH. (Wakil Ketua KPK), Dr. Ajid Thohir, MA. (Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung), dan Anatomi Muliawan, SH., L.LM. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul).
Dalam sambutannya, Idris Wasahua, SH.,MH., selaku Wakil Ketua MATAN DKI Jakarat sekaligus Koordinator Lajnah Advokasi Hukum Idaroh Aliyyah JATMAN mengatakan bahwa gerakan tasawuf dan kaum Thoriqoh memiliki peran penting dalam sejarah pergerakan kemerdakaan melawan penjajah Belanda. Hingga kini, kaum thoriqoh tetap berperan aktif mengisi kemerdekaan melalui berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Dalam perspektif tasawuf, pelaku kejahatan korupsi adalah orang yang sedang mengalami kekeringan jiwa, kekeringan ruhani, serta buta mata bathin sehingga tidak mampu menahan hawa nafsunya dari perbuatan terlarang yang semestinya wajib dihindari. Cinta dunia yang berlebihan (hub ad-dunya) sehingga meletakan dunia sebagai puncak pencarian dengan menghalalkan segala cara serta menerobos nilai-nilai agama seolah lupa adanya pengawasan dari Sang Maha Pencipta Allah SWT. Apalagi, mayoritas pelaku kejahatan korupsi adalah kalangan cerdik pandai yang menyandang sejumlah kedudukan, jabatan, status sosial serta memiliki kemapuan finansial yang cukup memadai. Untuk itu, upaya pencegahan perilaku korupsi tidak dapat mengandalkan pendekatan hukum semata, namun memerlukan pula pendekatan non hukum, salah satunya dengan mendayagunakan peran nilai-nilai agama, salah satunya adalah melalui pengamalan nilai-nilai tasawuf berorientasi pada pensucian jiwa yang diharapkan dapat mencegah seseorang dari perilaku korupsi.

Sementara itu, Dr. Irmanjaya, SH., MH., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, dalam sambutannya mengatakan bahwa aturan-aturan hukum pidana yang ada saat ini termasuk hukum pidana korupsi sudah sangat cukup memadai. Akan tetapi, korupsi saat ini terlihat telah membudaya, dan hal ini akan merusak generasi bangsa kita. Apalagi, jika melihat modus dan reaksi para pelaku kejahatan korupsi baik ketika ditangkap, berada dalam tahanan/penjara dan ketika keluar menjalani hukuman pidana penjara, tidak mencerminkan adanya rasa penyesalan akibat perbuatan korupsi yang telah dilakukan. Menurutnya, niilai-nilai kejujuran, integritas saat ini sudah mulai luntur dari generasi kita. “Pendidikan anti korupsi itu harus dimulai dari rumah, tidak saja di masyarakat, tetapi harus dari rumah, orang tua harus menanamkan, guru harus menanamkan, dosen harus menanamkan, dan harus memberi contoh bahwa apapun yang dilakukan harus semata-mata bersih, jadilah anak yang sholeh dan sholehah yang tidak pernah mengambil hak orang lain, dan ketahuilah bahwa Allah melihat segala sesuatu, dan nilai-nilai inilah merupakan nilai-nilai thoriqoh dan nilai-nilai tasawuf”, pungkas Irmanjaya.
Diskusi yang berlangsung selama lebih dari dua jam tersebut dimoderatori oleh Dr. Wasis Susetio, SH.,MH., selaku Ketua Warung Kebangsan.
Dalam pemaparannya, Anatomi Muliawan, SH., L.LLM, mengatakan bahwa dalam teori klasis tentang segitiga yang menjadi faktor terjadinya kecurangan (Fraud). Korupsi terjadi karena tiga hal; Pertama, adanya tekanan, seperti gaya hidup, tuntutan kebutuhan. Kedua, Rasionalisasi, yakni seseorang akan mencari pembenaran mengapa ia harus korupsi. Ketiga, kesempatan. Faktor tekanan dan rasionalisasi berkaitan dengan faktor internal (Subyektif) pelaku kejahatan. Sedangkan faktor kesempatan ini berkaitan dengan sistem yang bersifat objektif atau faktual. Pada faktor subyektif itulah dapat menjadi domain dan peran tasawuf. Hanya saja, tasawuf tidak dapat mencegah korupsi jika tidak didukung dengan perbaikan sistem. Dalam kaitannya dengan faktor tekanan dan rasionalisasi yang dapat menjadi peran tasawuf itu, maka disinilah aparat negara harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi organisasi-organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan organisasi keagamaaan di agama-agama lainnya untuk membantu meningkatkan integritas, dan disitulah padu padan (Sinergitas) antara tasawuf dan perbaikan sistem, pungkasnya.
Untuk menanggulangi kejahatan korupsi termasuk pencegahannya, tidak cukup dengan melakukan perbaikan integritas, namun juga perlu aspek lain antara lain perbaikan sistem. Disisi lain menurut Anatomi, suatu sistem tidak akan efektif, jika sistem yang dibangun tidak diinternalisasikan kepada seluruh stake holder dalam suatu lembaga. Sebaliknya, jika sistem diinternalisasikan dengan baik, maka akan jauh lebih efektif daripada jika sistem itu tidak diinternalisasikan.
Sementara itu, menurut Dr. Ajid Thohir, MA., kejahatan korupsi termasuk perbuatan munkar karena merugikan orang banyak dan ini sangat dibenci Allah. Dikatakan Ajid, Imam Al-Ghazhali membagi penyakit manusia menjadi dua jenis, yakni penyakit fisik dan penyakit ruhani.
Korupsi merupakan masalah kemanusiaan yang merupakan problematika yang ada dalam diri manusia sebagaimana problematika lainnya. Para pelaku korupsi adalah mereka yang sedang mengalami penyakit jiwa/ruhani, dan hal itu hanya dapat diobati melalui pensucian jiwa melalui pengamalan nilai-nilai tasawuf. Hanya saja, tasawuf saja tidak cukup tanpa thoriqoh. Menurutnya, tasawuf berada pada wilayah epistemologi atau tataran konseptual, sedangkan thoriqoh berada pada tataran aksiologi atau praktik. Karenanya, tasawuf tanpa thoriqoh bagaikan ilmu tanpa amal. Lebih lanjutnya dikatakan, pada asalnya manusia diciptakan dalam keadaan ma’rifah (kenal) kepada Allah. Hanya saja, dalam kehidupannya, dia harus berusaha melawan tipu daya syetan yang selalu mendorongnya ke jalan yang menyimpang termasuk perilaku korupsi. Untuk itu, dengan pengamalan nilai-nilai tasawuf melalui berbagai praktik atau amaliah-amaliah yang ada dalam thoriqoh, diharapkan seseorang dapat kembali kepada jati dirinya yang sesungguhya.

Wakil Ketua KPK, Dr. Nurul Ghufron, SH.,MH., selaku pemateri ketiga mengemukakan bahwa kondisi korupsi di Indoenesia saat ini bukan hanya seperti fenomena gunung es yang tampak di permukaan. Namun yang terjadi di Indonesia lebih dari itu. Pelaku korupsi yang ditangkap KPK dan penegak hukum lainnya hanya terbatas pada pucuknya saja dari gunung es, yang tidak ditangkap yang di atas bongkahan lebih banyak lagi. Bahkan yang dibawah bongkahan gunung es yang berupa kepalsuan-kepalsuan jauh lebih banyak lagi yang sesungguhnya termasuk bentuk koprupsi dalam arti yang substantif.
Lebih lanjut dikatakan, saat ini semua elemen bangsa mengalami disorientasi hidup, bukan hanya penyelenggara negara tapi semua elemen bangsa. Menurtnya, korupsi secara formil memang perbuatan yang melanggar norma undang-undang. Akan tetapi, ada lagi korupsi yang tidak melanggar hukum, namun hal itu termasuk korupsi dalam arti yang sesungguhnya. Gufron lalu memberikan contoh seperti ketika seseorang yang mengalami masalah hukum datang ke seorang lawyer, maka idealnya semestinya insting seorang lawyer adalah masalah ketidakadilan yang sedang dihadapi sehingga perlu didampingi untuk mendapatkan keadilan. Yang terjadi malah sebaliknya, yang mendominasi fikirannya adalah seberapa besar uang yang akan didapat dari kasus tersebut. Fenomena seperti ini tidak saja terjadi di dunia hukum, namun terjadi pula di lingkungan lain, antara laian seperti di kedokteran, pendidikan, dan politik.
Khusus di bidang pendidikan, dunia pendidikan mengalami disorientasi oleh karena sistem pendidikan kita lebih menekankan pada kebutuhan pasar (link and match), dan kurang menekankan pada pengembangan kapasitas untuk menjadi individu yang dapat memberikan pelayanan dan kemanfaatan pada manusia dan alam raya secara baik. Akibatnya, indikator kesuksesan lebih dilihat dari aspek materialistis, kekayaan dan kemewahan. Selama sistem pendidikan kita tetap seperti itu, maka dunia pendidikan hanya akan mencetak kader-kader koruptor, dan permasalahan korupsi tidak akan pernah dapat dicegah secara maksimal, pungkasnya.
Diskusi berjalan cukup antusias dengan peserta yang kebanyakan berlatarbelakang pendidikan hukum, baik mahasiswa, akademisi, praktisi, aparat penegak hukum, pemerhati hukum, aktivis thoriqoh (Pengurus/anggota MATAN dan JATMAN seluruh Indonesia), termasuk pemerhati ilmu tasawuf dan pengamal thoriqoh, yang berasal dari berbagai daerah.[Idris]
You may like
-
Hirarki Kemursyidan dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah
-
Hadiri Ngaji Bulanan Pesma Daarusshohabah, Kiai Nafi Jelaskan Pentingnya Tasawuf
-
Mengenal Rasulullah Lebih Dekat, Zawiyah Arraudhah Gelar Daurah Bersama Syekh Yusri Rusydi
-
Kebahagiaan Manusia, Kiai Zakky: Akhirat dan Duniawi Harus Seimbang
-
Kontribusi Tasawuf Syekh Amir Abdul Qadir al-Jaza’iri Terhadap Intelektual dan Spiritual Islam
-
Sufisme sebagai Jangkar Perdamaian Internasional
Berita
Hadiri Ngaji Bulanan Pesma Daarusshohabah, Kiai Nafi Jelaskan Pentingnya Tasawuf
Published
3 months agoon
16/09/2023
Jakarta, JATMAN Online – Khodimut Thariqah Naqsabandiyah KH. Ahmad Nafi menjelaskan setelah tarbiyah syariat, selanjutnya tarbiyah qulub. Ilmu tasawuf, memperbaiki nafsu, membuka hijab. Orang yang sudah bersyariat, berfiqih, bertasawuf maka itulah orang yang sampai pada hakikat.
“Hakikat adalah sempurnanya iman. Yakni, dalam kitab Lathoiful Isyaroh, hidupnya kalbu bersama Allah kapanpun, dimanapun, dengan siapapun. Kita tidak hanya mencegah hawa nafsu saat ibadah, tapi saat dalam pekerjaan,” kata Kiai Nafi saat mengadiri Pengajian Bulanan di Pesantren Mahasiswa Daarusshohabah, Jalan Pemuda Asli II No. 20 RT 03/03, Rawamangun, DKI Jakarta, Kamis (14/09/2023).
- Baca Juga: Mengenal Rasulullah Lebih Dekat, Zawiyah Arraudhah Gelar Daurah Bersama Syekh Yusri Rusydi
Pengasuh PP Raden Rahmat Sunan Ampel Jember ini menyampaikan kalau baik dengan orang yang baik itu wajar. Kalau hati bersih, ketemu orang maksiat atau buruk atau kriminal saja selalu husnuzon.
“Gimana caranya bersih hati? Kita harus tawadlu berhadapan dengan orang maksiat. Itu diterangkan dalam kitab Nasoihul ibad, caranya lihatlah bahwa rahmat Allah mungkin diberikan pada siapapun yang dikehendaki-Nya, sekalipun manusia itu ahli maksiat. Jika dia mendapat hidayah, bisa husnul khatimah. Kita tidak bisa menjamin bisa husnul khotimah,” jelasnya.
“Bencilah pada perilakunya, jangan benci pada orangnya. Ketika kita tidak bisa tawadlu, berarti ada kesombongan dalam hati,” tambahnya.
Menurut Kiai Nafi, cita-cita mulia adalah baik di dunia dan akhirat, tercegah dari neraka, masuk surga tanpa melihat neraka, tanpa hisab. Gimana caranya? Jadilah orang-orang pilihan Allah. Jadilah orang-orang yang shalih (ibadah dan muamalah).
“Ibadah jangan jasmani saja, isi juga dengan ruhaniyah, sambung dengan Nur Nabi, yakni sambunglah dengan orang-orang yang menjadi jalan menuju Allah. Jadilah orang yang bisa menjadi sahabat terbaik bagi semua orang,” ungkapnya.
Berita
Sebarluaskan Tarekat, JATMAN Jateng dan DIY Gelar Manaqib Kubra
Published
3 months agoon
16/09/2023
Semarang, JATMAN Online – Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al Mu’tabaroh an Nahdliyyah (JATMAN) Idaroh Wustho Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) menggelar Manaqib Kubro di Pondok Pesantren Al-Mukhlisin Nyatnyono, Ungaran, Semarang, Sabtu (9/9/2023).
Manaqib Kubro, Istighosah, Bahtsul Masail, Temu Mursyid, dan Pengajian Akbar murupakan kegiatan rutin keliling 6 bulan sekali di 41 Syu’biyyah yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Manaqib Kubro ini turut dihadiri oleh perwakilan pengurus Idarah Aliyyah, pengurus Idarah Wustho Jateng dan DIY, Pengurus Syu’biyyah, para masyaikh dan habaib, serta TNI – Porli setempat dan tamu undangan lainnya.
Menurut Mudir JATMAN Jateng KH Ahmad Sa’id Lafif, Musyawarah Idaroh Wustho merupakan program JATMAN yang rutin dilakukan satu tahun dua kali.
“Program ini akan berkelanjutan terus menerus merupakan bagian Khidmah kita terhadap Thoriqoh.Musyawarah Idharoh Wustho ini bentuk komunikasi yang baik, sehingga menjalankan JATMAN Jateng berkembang pesat memberikan manfaat bagi masyarakat luas,’’ katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal JATMAN Idaroh Aliyyah KH. Mashudi dalam sambutannya menyampaikan atas nama JATMAN Idaroh Aliyyah mengapresiasi kegiatan pengajian akbar dan manaqib kubro ini
“Sejak pagi sampai sekarang dengan pengajian akbar dan tadi kita mengikuti bersama-sama maulidurrasul, kami yakin bahwa ini adalah arena untuk menjadikan majelis ini majelis yang mubarak. Sepulang dari mejelis ini semuanya diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala,” katanya.
Kiai Mashudi menjelaskan mejelis seperti inilah yang dikemas dan dikawal oleh JATMAN menjadi salah satu ngerem datangnya kiamat.
“Tidak akan terjadi kiamat selagi masih ada orang yang wirid dzikir Allah, Allah, Allah. Itulah garapan dari JATMAN, mengistiqomahkan wirid. Jadi, barangsiapa yang diberikan kekuaran berdzikir maka yang bersangkutan akan diberi tanda-tanda kewalian,” jelasnya.
“Jadi, JATMAN itu bukan hanya diikuti oleh bapak-bapaknya saja tapi ibu-ibunya juga berthoriqoh. Polisi berthoriqoh, tantara berthoriqoh. Mari kita do’akan dengan didampingi TNI-POLRI JATMAN semakin besar. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin,” tambahnya.
Mudah-mudahan majelis ini, lanjutnya, menjadikan kita semakin cinta kepada Rasululah shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika kita berkhidmah kepada Allah maka segala sesuatu akan tunduk kepada kita.
“Itulah sebabnya JATMAN sedang mengembangkan salah satu lajnah, yaitu lajnah Wathonah (Wanita Thoriqoh an Nahdliyyah). Kemudian lajnah MATAN (Mahasiswa Ahlith Thoriqoh al Mu’tabah an Nahdliyyah),” paparnya.
- Baca Juga: Mengenal Rasulullah Lebih Dekat, Zawiyah Arraudhah Gelar Daurah Bersama Syekh Yusri Rusydi
“Mudah-mudahan semua program yang sudah direncanakan oleh Idarah Aliyyah berserta Idaroh Wustho, Syu’biyyah, Ghusniyyah, dan Sa’afiyyah Se-Indonesia dimudahakan Allah dan akhirnya JATMAN menjadi jam’iyyah salah satu yang bisa mengamankan Indonesia yang kita cintai ini, menjadi Indonesia semakin hebat dan maju,” ungkapnya.
Berita
Gus Yaqut Ajak Umat Islam Gelar Shalat Istisqa
Published
3 months agoon
15/09/2023By
Warto'i
Jakarta, JATMAN Online – Seiring dengan kemarau panjang yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, yang membuat sejumlah wilayah mengalami kekeringan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) mengajak umat Islam untuk menggelar Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan.
“Kementerian Agama mengajak umat Islam untuk melaksanakan Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan,” kata Gus Yaqut di Jakarta, Jumat (15/09).
Ia mengatakan sesuai dengan namanya, al-istisqa’, adalah meminta curahan air penghidupan (thalab al-saqaya). Para ulama fikih mendefinisikan Shalat Istisqa sebagai shalat sunah muakkadah yang dikerjakan untuk memohon kepada Allah SWT agar menurunkan air hujan.
Shalat Istisqa pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, seperti yang dikisahkan lewat hadis riwayat Abu Hurairah RA.
Menurut Gus Yaqut, Shalat Istisqa menjadi bagian dari ikhtiar batin sekaligus bentuk penghambaan kepada Allah SWT.
“Memohon agar Allah menurunkan hujan yang lebat merata, mengairi, menyuburkan, bermanfaat tanpa mencelakakan, segera tanpa ditunda. Amin,” ujarnya.
Adapun pelaksanaan Shalat Istisqa sama dengan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Sesudah Takbiratul Ihram, melakukan takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua.
Setelah membaca Surat Al-Fatihah dan lainnya, lalu rukuk, sujud hingga duduk tahiyyat kemudian salam.
Khatib lalu menyampaikan khutbah sama seperti khutbah Idul Fitri dan Idul Adha. Khutbah dianjurkan mengajak umat Islam untuk bertobat, meminta ampun atas segala dosa, serta memperbanyak istighfar dengan harapan Allah SWT mengabulkan apa yang menjadi kebutuhan umat Islam dan makhluk hidup lainnya pada saat kemarau panjang.

Hirarki Kemursyidan dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah

Apakah Seorang Salik itu Boleh Mendawamkan Zikir Di Luar Zikir Thariqahnya?

Hadiri Ngaji Bulanan Pesma Daarusshohabah, Kiai Nafi Jelaskan Pentingnya Tasawuf
Habib Luthfi bin Ali bin Yahya
Anugerah Gelar DHC Abah
Arsip
- September 2023 (35)
- August 2023 (68)
- July 2023 (63)
- June 2023 (62)
- May 2023 (71)
- April 2023 (54)
- March 2023 (66)
- February 2023 (61)
- January 2023 (72)
- December 2022 (60)
- November 2022 (68)
- October 2022 (66)
- September 2022 (68)
- August 2022 (61)
- July 2022 (73)
- June 2022 (74)
- May 2022 (72)
- April 2022 (67)
- March 2022 (89)
- February 2022 (85)
- January 2022 (89)
- December 2021 (72)
- November 2021 (36)
- October 2021 (6)
- September 2021 (15)
- August 2021 (14)
- July 2021 (15)
- June 2021 (20)
- May 2021 (15)
- April 2021 (20)
- March 2021 (15)
- February 2021 (30)
- January 2021 (62)
- December 2020 (95)
- November 2020 (101)
- October 2020 (72)
- September 2020 (41)