Tokoh
Halim Ambiya, Ustadnya Anak Jalanan
Halim Ambiya pernah diselamatkan anak punk dalam sebuah kerusuhan di Thailand. Sebagai bentuk terima kasihnya, sang ustad mendirikan Pesantren Tasawuf Underground yang menampung anak punk dan anak jalanan.
Published
3 years agoon

Saat sebagian orang cenderung menghindari anak jalanan, Halim Ambiya (46 tahun) justru mendekatinya. Mereka diajak membersihkan diri, mengaji Alquran, dan mengembangkan potensi kreatif masing-masing. Inilah jalan “tasawuf” yang merangkul kelompok masyarakat terpinggirkan.
“Afdhalul jihaadi an yujaahidur rajulu nafsahu wa hawaahu.” Halim Ambiya mengucapkan kalimat ini dengan suara lantang. Dia berdiri sembari menunjuk tulisan Arab di papan tulis. Dandanannya santai: celana jins biru, kemeja putih lengan panjang, dan peci Afghanistan warna hijau. Jenggot tipis menutupi dagu.
Di hadapan Halim, duduk rapi 20-an pemuda. Penampilan mereka juga santai. Ada yang mengenakan kain batik rapi, kemeja, peci, atau pakai kaos oblong saja. Sebagian mereka bertato di beberapa bagian tubuhnya. Ada juga yang berambut gondrong sebahu. Mereka serempak menirukan ucapan Halim berulang-ulang sampai hadis riwayat Ad-Daelami itu nempel di kepala. Untuk mengecek hafalan, satu per satu bergantian melafalkannya. Jika ada salah ucap, Halim langsung memperbaiki.
“Jihad yang paling utama adalah seseorang yang berjuang melawan dirinya dan hawa nafsunya.” Halim menerangkan arti hadis itu, dan para santri kembali menirukannya bersama-sama.

“Jadi, jihad itu tidak selalu angkat senjata, perang. Menuntut ilmu juga jihad. Jihad paling besar, menawan hawa nafsu, ingin mabuk, ngelem, narkoba,” kata Halim melanjutkan penjelasannya. Para santri menyimak dengan muka serius. Beberapa sambil menuliskan catatan di buku.
Begitulah rutinitas komunitas Tasawuf Underground yang didirikan dan dipimpin Halim. “Tasawuf” merujuk pada kegiatan mengaji ajaran Islam dengan menekankan laku spiritual untuk membersihkan jiwa dan pikiran. “Underground” lantaran pendekatannya tidak lazim, terutama merekrut anak jalanan yang terbiasa hidup dan mencari nafkah di jalanan, dan anak punk yang menjadikan jalanan sebagai panggung berekspresi.
Suasana pengajian gayeng dan hangat di lantai dua sebuah rumah toko (ruko) di kawasan Pasar Cimanggis, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (19/12/2020) sore. Ruangan itu sungguh hidup dengan interior bernuansa coklat. Beberapa gebyok (pintu kayu) didirikan di beberapa pojok. Satu bidang dinding dipenuhi potongan-potongan kayu dan ditempeli tulisan besar, “Tasawuf Underground.”
Komunitas itu memang bermarkas di ruko tiga lantai. Sebagian menyebut tempat itu pesantren anak-anak punk. Lantai satu difungsikan untuk usaha laundry dan warung angkringan yang dijalankan anggota komunitas atau santri. Lantai dua untuk majelis pengajian. Lantai tiga, yang dilengkapi lemari-lemari pakaian, menjadi tempat tinggal anak punk yang menjadi santri.
Hingga kini, sudah 120-an anak jalanan dan punk bimbingan komunitas ini. Sebagian telah “lulus”: kembali ke keluarga di rumah, mandiri dengan mengembangkan usaha sendiri, atau melanjutkan pendidikan sampai bangku kuliah. “Kami membantu mereka lepas dari jalanan dan menemukan peta jalan pulang,” kata Halim usai pengajian.
Sekarang, saya hidup sehat, tenang, bisa baca Alquran. Dulu, tiap bangun, saya sarapan dengan alkohol, hampir tidak pernah makan nasi
Alih-alih menggunakan istilah taubat, Halim lebih suka menggunakan istilah peta jalan pulang, baik pulang ke keluarga atau pulang ke jalan Tuhan. Ia menunjuk Deny Putranto (32 tahun) yang hadir di pengajian sore itu. Berhasil meninggalkan kehidupan di jalanan beserta semua sisi gelapnya, kini pemuda asal Klaten, Jawa Tengah itu tinggal di ruko tersebut, rutin mengaji, sambil bekerja paruh waktu.
“Sekarang, saya hidup sehat, tenang, bisa baca Alquran. Dulu, tiap bangun, saya sarapan dengan alkohol, hampir tidak pernah makan nasi,” katanya mengenang.
Dari kolong jembatan
Bagaimana asal muasal Tasawuf Underground? Ceritanya begulir seiring perjalanan hidup Halim. Selepas nyantri di Pesantren Gading Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, dia ambil kuliah di Jurusan Akidah dan Filsafat Institut Agama Islam Negeri, sekarang Universitas Islam Negeri (UIN), Jakarta. Pada akhir kuliah, dia juga nyambi bekerja sebagai wartawan. Pemuda itu lantas melanjutkan studi master di Jurusan Sejarah Peradaban Islam, ISTAC-Universitas Islam Antarbangsa (UIA) Kuala Lumpur, Malaysia.

Suatu ketika, saat masih tinggal di Malaysia, Halim bepergian dengan naik bus untuk memenuhi undangan diskusi di Bangkok, Thailand. Di tengah jalan, tiba-tiba meletup kerusuhan. Entah bagaimana, segerombolan preman menyerangnya. Untunglah, seorang anak punk menariknya untuk bersembunyi di bengkel. “Sejak saat itu, saya merasa berutang budi pada anak punk,” kenangnya.
Pulang ke Tanah Air, Halim mengajar di UIN Jakarta sambil mengedit sejumlah buku. Dia juga merintis percetakan dan penerbitan, Salima Publika, dengan menyewa kantor di satu ruko di Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Sebagian buku terbitannya bertema tasawuf, kajian spiritualitas Islam.
Beberapa cuplikan kajian tasawuf itu juga diunggah di media sosial. Ternyata, banyak orang juga menyukainya, terutama kalimat-kalimat hikmah dari tokoh-tokoh sufi seperti Al Ghazali atau Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani. Halim pun kerap diundang untuk memberi ceramah di berbagai tempat, termasuk di kafe-kafe. Beberapa anak punk turut hadir.
Pengalaman diselamatkan anak jalanan di Bangkok mendorong Halim untuk fokus mendekati kelompok terpinggirkan ini. “Masjid kadang mencari sumbangan di jalan. Tapi, ketika ada anak jalanan masuk masjid, malah dicurigai. Padahal, di antara mereka, ada yang benar-benar ingin bertaubat,” katanya.
Tahun 2017, Halim coba menggelar pengajian di bawah kolong jembatan di depan Stasiun Tebet, Jakarta Selatan. Dua kali sepekan, Jumat dan Sabtu, kegiatan ini diikuti sejumlah anak jalanan dan punk. Mereka diajari membaca Alquran, dikenalkan cara berwudhu, shalat, dan menyelami hikmah-hikmah tasawuf yang mendorong orang menjadi manusia yang lebih baik.
“Sebelum mengaji, saya ajak anak-anak bersih-bersih dulu, mandi, dikenalkan ‘thaharah’. Baru kemudian kita belajar shalat. Lalu, bercerita hikmah sufi yang ringan-ringan, tapi menyentuh,” paparnya.
Kami bisa fly tanpa perlu ngelem atau pakai narkoba
Kegiatan itu kian populer. Beberapa anak jalanan mengunjungi rumah Halim demi dapat mengaji Islam lebih serius. Mereka lantas ditampung dan tinggal di kantor penerbitan dan percetakannya di Ciputat Timur. Kegiatannya kemudian lebih bervariasi. Suatu kali, mereka diajak ziarah ke makam wali atau zikir pada malam hari. Kali lain, mereka melantunkan shalawat Nabi dalam nyanyian dan iringan musik pop yang asyik. “Kami bisa fly tanpa perlu ngelem atau pakai narkoba,” tutur Halim tersenyum.
Dengan nama Tasawuf Underground, komunitas ini juga getol mengunggah kegiatannya di akun-akun media sosial, terutama di Facebook, Youtube, dan Instagram. Masing-masing akun itu diikuti puluhan ribu sampai ratusan ribu warga internet.
Diajak duel
Tak mudah membimbing anak jalanan. Bagaimanapun, mereka terbiasa hidup di jalanan dengan segala kelonggarannya. Belum lagi sebagian akrab dengan alkohol dan zat psikotropika. Tak sedikit mereka yang kecanduan psikotropika dan terikat jaringan peredarannya.
Mengeluarkan mereka dari jalanan berarti berhadapan dengan jaringan yang mengikatnya. Bandar bersama kaki tangannya itu sering mati-matian mempertahankan pelanggan atau anak buahnya. Halim acap mengadapi masalah macam ini. Dia pernah diintimidasi, didatangi preman, diajak duel, bahkan diancam dengan pedang samurai atau badik.
“Saya tidak meladeni berkelahi. Bisa mati saya. Pakai strategi,” katanya sambil tersenyum. Salah satunya, Halim membangun jaringan dengan kepolisian, dinas sosial, dan lembaga bantuan hukum. Jika ada masalah, jaringan itu memberikan sokongan keamanan dan advokasi hukum termasuk pada anak jalanan.

Soal biaya kegiatan, komunitas Tasawuf Underground mendapatkan bantuan dari sana-sini. Ruko di Ciputat, misalnya, dapat ditempati berkat uluran tangan sukarelawan. Bantuan juga berupa tenaga pengajar. Ada saja orang yang mau berbagi ilmu dan pengalaman, mulai dari mahasiswa, dokter, sampai perwira tentara dan polisi.
Tantangan terberat tentu saja pada proses membimbing anak jalanan yang terbiasa hidup bebas, punya jiwa memberontak, bahkan tehadap orangtuanya. Untuk mengatasi problem ini, perlu pendekatan yang cair dan lembut. Halim pun lebih memposisikan diri sebagai sahabat ketimbang penceramah dengan segudang nasihat.
Pertemuan awal lazimnya banyak dihabiskan dengan ngobrol sambil minum kopi. Setelah merasa nyaman, anak-anak diberi cerita-cerita sederhana yang menggugah. Contohnya, kisah-kisah teladan dari para sufi yang menyiratkan semangat ikhlas, tawakkal, belajar, sabar, atau ridha. Begitu batinnya tersentuh, tumbuh komitmen untuk belajar dan memperbaiki diri.
Mereka umumnya menyukai dzikir karena ritual ini menenangkan. Setelah diperkenalkan makna shalat, sebagian mengaku bisa shalat khusyuk karena menemukan kedamaian. “Nyaris tidak pakai nasihat, saya mengajak anak-anak untuk menjalani hidup yang lebih produktif, lebih sehat. Juga dikasih contoh,” kata Halim.
Anak jalanan itu juga diperkenalkan pada usaha-usaha produktif. Mereka diajak mengelola usaha laundry dan warung angkringan. Pernah juga mereka diajak menjajal usaha-usaha lain hasil kerja sama dengan pengusaha sablon, desain, atau kedai kopi.
Semangat wirausaha ditumbuhkan agar mereka lebih berdaya secara ekonomi. Jika sudah mandiri, mereka akan memiliki daya tahan sehingga tidak mudah tergoda kembali ke jalanan.

Halim Ambiya
Lahir: Indramayu, 12 Juli 1974
Pendidikan:
- Pondok Pesantren Gading Kroya, Cilacap, Jawa Tengah
- S-1 Jurusan Akidah dan Filsafat, IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
- S-2 Jurusan Sejarah Peradaban Islam, ISTAC-Universitas Islam Antarbangsa (UIA) Kuala Lumpur.
Aktivitas saat ini:
- Direktur Salima Publika, Penerbit buku-buku keislaman
- Pendiri dan Admin Komunitas Tasawuf Underground
- Pengasuh Pondok Pesantren Tasawuf Underground. Sebuah pesantren yang membina anak-anak Punk dan jalanan di sekitar Jabotabek.
Pengalaman kerja:
- Wartawan Jawa Pos Group (1998-2000)
- Freelance Editor (Mizan, Republika, Rakyat Merdeka dan Penerbit Buku Kompas) 20092012
- Staf Pengajar Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta 2007-2012
- Redaktul Pelaksana Majalah Rakyat Merdeka 2009-2010
- Direktur Salima Publika 2012- sekarang
- Admin Tasawuf Underground 2012- sekarang
- Pengasuh Pondok Pesantren Tasawuf Underground 2018- sekarang.
Buku: Novel “Sor-Baujan ” (diterbikan secara virtual di Wattpad)
[]
Oleh: ILHAM KHOIRI DAN BUDI SUWARNA
Editor: MARIA SUSY BERINDRA
Sumber : Kompas.id
You may like
-
Hirarki Kemursyidan dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah
-
Hadiri Ngaji Bulanan Pesma Daarusshohabah, Kiai Nafi Jelaskan Pentingnya Tasawuf
-
Mengenal Rasulullah Lebih Dekat, Zawiyah Arraudhah Gelar Daurah Bersama Syekh Yusri Rusydi
-
Kebahagiaan Manusia, Kiai Zakky: Akhirat dan Duniawi Harus Seimbang
-
Kontribusi Tasawuf Syekh Amir Abdul Qadir al-Jaza’iri Terhadap Intelektual dan Spiritual Islam
-
Sufisme sebagai Jangkar Perdamaian Internasional
Berita
Dimakamkan 4 Tahun Lalu Jasad Mbah Moen Masih Utuh, Berikut Biografi KH Maimoen Zubair
Published
4 months agoon
30/07/2023By
Warto'i
Jakarta, JATMAN Online – Kabar mengejutkan sekaligus luar biasa datang dari Makkah. Jasad salah satu ulama besar Indonesia yakni KH Maimoen Zubair dikabarkan masih dalam kondisi utuh ketika makamnya di Mekkah dibongkar.
Kabar masih utuhnya jasad KH Maimoen Zubair itu sempat dibagikan oleh pengguna akun Youtube Alman Mulyana.
Alman menjelaskan bahwa makam di Kota Mekkah itu selalu dibongkar selama 4 tahun sekali. Salah satunya yang tengah melakukan kegiatan pembongkaran yakni di komplek pemakaman bersejarah Jannatul Ma’la.
Di komplek tersebut terdapat makam keluarga Rasullah. Selain itu ada pula ulama besar Indonesia yakni KH Maimoen Zubair.
“Jannatul Ma’la ini terdapat makam keluarga Rasulullah termasuk juga makam ulama besar Indonesia yaitu KH Maimoen Zubair. Hari ini dibongkar dan luar biasanya makam KH Maimoen Zubair itu yang dibongkar ditutup kembali karena jasadnya masih utuh,” ungkapnya.
Untuk membuktikannya, ia bahkan sempat menyambagi tempat jasad KH Maimoen Zubair dimakamkan.
Dari video yang diperlihatkan terlihat bekas pembongkaran makam KH Maimoen Zubair yang kemudian ditutup kembali. Ia memperlihatkan pula batu nisan yang bertulis nama KH Maimoen Zubair di atas liang yang baru saja dibongkar itu.
Biografi KH Maimoen Zubair: Keturunan Sunan Giri
KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) dikenal sebagai kiai atau ulama kharismatik dari indonesia. Selain menjadi seorang ulama, beliau juga dikenal sebagai seorang politikus. Berikut profil dan biografi KH Maimun Zubair (Mbah Moen).
Mbah Moen adalah putra pertama dari pasangan Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah. Beliau dilahirkan di Karang Mangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928.
Dari jalur silsilah kakek, nasab Mbah Moen sampai kepada Sunan Giri. Berikut adalah jalur silsilah nasab Mbah Moen: KH. Zubair bin Mbah Dahlan bin Mbah Carik Waridjo bin Mbah Munandar bin Puteh Podang (desa Lajo Singgahan Tuban) bin Imam Qomaruddin (dari Blongsong Baureno Bojonegoro) bin Muhammad (Macan Putih Gresik) bin Ali bin Husen (desa Mentaras Dukun Gresik) bin Abdulloh (desa Karang Jarak Gresik) bin pangeran Pakabunan bin panembahan Kulon bin sunan Giri.
Sedangkan dari jalur silsilah Nenek yaitu, Nyai Hasanah binti Kiai Syu’aib bin Mbah Ghozali bin Mbah Maulana (Mbah Lanah seorang bangsawan Madura yang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro).
Ayahnda Mbah Moen, Kiai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Kedua guru tersebut adalah sosok ulama yang tersohor di Yaman.
Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan.
Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara seimbang. Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras.
Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri.
Keluarga Mbah Moen
KH Maimun Zubair (Mbah Moen) diketahui bahwa beliau menikah dengan nyai Hj Fatimah yang merupakan anak dari KH Baidhowi Lasem. Istrinya Hj Fatimah meninggal dunia pada tanggal 18 Oktober 2011. KH Maimun Zubair (Mbah Moen) juga diketahui menikah dengan wanita bernama Nyai Masthi’ah, anak dari KH Idris asal Cepu.
Nama-nama putra-putri beliau diantaranya:
KH. Abdullah Ubab
KH. Gus Najih
KH. Majid Kamil
Gus Abd. Ghofur
Gus Abd. Rouf
Gus M. Wafi
Gus Yasin
Gus Idror
Sobihah (Mustofa Aqil)
Rodhiyah (Gus Anam)
Pendidikan
Dalam riwayat pendidikannya, sejak kecil Mbah Moen sudah dibimbing langsung oleh orangtuanya dengan ilmu agama yang kuat, mulai dari menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain.
Pada usia yang masih muda, beliau sudah hafal beberapa kitab di luar kepala di antaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Selain itu, beliau juga mampu menghafal kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Pada tahun 1945 beliau memulai pendidikannya ke Pondok Lirboyo Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim atau yang biasa dipanggil dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi.
Setelah itu selesai, kemudian beliau kembali ke kampungnya, mengamalkan ilmu yang sudah beliau dapat. Kemudian pada tahun 1950, beliau berangkat ke Mekkah bersama kakeknya sendiri, yaitu KH. Ahmad bin Syu’aib untuk belajar dengan ulama di Mekkah.
Di antaranya adalah Sayyid Alawi al-Maliki, Syekh al-lmam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly. Disana ia belajar selama 2 tahun.
Pada tahun 1952, Mbah Moen kembali ke Tanah Air. Setiba di Indonesia Mbah Moen kemudian melanjutkan belajar ke beberapa ulama di tanah Jawa. Guru-guru beliau adalah Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abui Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain.
Mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar
Setelah dirasa cukup untuk menimba ilmu, akhirnya Mbah Moen kembali ke Sarang dan mengabdi kepada masyarakat di sana.
Pada tahun 1965, Mbah Moen mendirikan Pesantren al-Anwar. Pesantren inilah kemudian menjadi rujukan para orang tua, untuk memondokan anaknya untuk belajar kitab kuning dan turats.
Sehingga akhirnya, masyarakat Sarang mengenal KH Maimoen Zubair sebagai sosok ulama yang kharismatik.
Karier Politik dan Kiprahnya di NU
Selain menjadi seorang pengasuh Al-Anwar Sarang, Pada tahun 1971, Mbah Moen terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR wilayah Rembang hingga tahun 1978. Kemudian pada tahun 1987, beliau menjadi Anggota MPR RI utusan Jawa tengah hingga tahun 1999.
Kemudian semasa jabatan politiknya di MPR RI, Mbah Moen juga pada tahun 1985 hingga 1990 dikenal aktif dalam NU, Mbah Moen pernah menjabat sebagai Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah. Beliau juga pernah menjadi Ketua Jam’iyah Thariqah NU.
Pada tahun 1995 hingga 1999, Mbah Moen juga aktif dalam organisasi partai seperti menjadi Ketua MPP Partai Persatuan Pembangunan, dan kemudian menjadi Ketua Majelis Syari’ah PPP sejak 2004.
Karya-Karya Mbah Moen
- Nushushul Akhyar adalah kitab karangan Mbah Moen yang menjelaskan tentang penetapan awal puasa, Idul Fitri dan pembahasan terkait tempat Sa’i.
- Tarajim Masyayikh Al-Ma’ahid Ad-Diniah bi Sarang Al-Qudama’ merupakan kitab yang ditulis oleh Mbah Moen yang berisi biografi lengkap ulama-ulama Sarang.
- Al-Ulama’ Al-Mujaddidun kitab inilah yang sering di kaji oleh Gus Baha.
- Maslakuk Tanasuk kitab ini menjelaskan tentang sanad thoriqot Mbah Moen kepada Sayyid Muhammad Al Maliki dan berisi pembahasan lainnya.
- Kifayatul Ashhab.
- Taqirat Badi Amali.
- Taqrirat Mandzumah Jauharut Tauhid.
Wafat di Makkah
Tahun 2019 saat menunaikan ibadah haji, pada hari Selasa, 6 Agustus 2019 pagi KH. Maimoen Zubair wafat. Atas keinginan sendiri (wasiat) kepada anak-anaknya, beliau ingin dimakamkan di pemakaman Ma’la di Makkah, Arab Saudi.
Beliau tutup usia pada dalam umur 90 tahun. Wallahua’lam.
Tokoh
Mengenal KH. Abdurrohman Mranggen, Khalifah TQN yang Haulnya Diperingati Setiap Dzulhijjah
Published
5 months agoon
01/07/2023By
Khoirul Anam
KH. Abdurrahman Mranggen merupakan salah satu tokoh penyebar Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) yang sangat berpengaruh di Jawa Tengah. Berkat kegigihan KH. Abdurrahman dan dzuriyahnya, Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah berhasil membumi di masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Tengah.
Tanggal 11 Dzulhijjah 1444 H, merupakan peringatan haul KH Abdurrahman bin Qasidil Haq ke-83. Berikut manaqib beliau.
Kelahiran dan Pendidikan KH Abdurrahman Mranggen
KH. Abdurrahman lahir di kampung Suburan Mranggen Demak tahun 1872 M. Ayahnya Kiai Kasidin yang dikenal juga dengan KH. Qosidil Haq merupakan seorang guru ngaji. Selain itu setiap harinya Kiai Qosidil Haq juga berkebun dan berdagang, serta menyewakan rumahnya untuk penginapan para pedagang yang datang dari luar kota.
Dalam hal pendidikannya, Kiai Abdurrohman kecil dididik dan dibimbing langsung oleh ayahnya sendiri, lalu setelah memasuki usia dewasa beliau belajar di Pesantren Tayem, Purwodadi, Grobogan.
Kiai Abdurrorman juga pernah nyantri di sebuah pesantren yang berada di seberang sungai Brantas Kediri Jawa Timur. Setelah pulang dari Jawa Timur, Dirinya berguru pada KH. Abu Mi’raj di Kampung Sapen, Penggaron, Genuk, Kota Semarang, hingga akhirnya dijodohkan dengan putrinya yaitu Nyai Hajjah Shofiyah Abu Mi’raj.
Kiai Abdurrohman sempat berguru pula pada KH. Sholeh Darat, seorang ulama besar kenamaan dari Semarang. Juga berguru pada KH. Ibrohim Brumbung Mranggen. Di sinilah Kiai Abdurrohman, di mata KH. Ibrohim mulai terlihat keistimewaannya.
Pada suatu ketika KH. Ibrohim akan melaksanakan shalat berjamaah dengan para santrinya, termasuk Kiai Abdurrohman. Sebelum berjamaah KH. Ibrohim berkata pada santri-santrinya, bahwa ketika nanti apabila ada sesuatu hal terjadi dan ia mampu menghadapinya dengan sabar dan tenang, maka suatu saat nanti akan mempunyai putra yang berhasil menjadi orang yang sholeh dan alim.
Tidak lama setelah itu ketika KH. Ibrohim melaksanakan jamaah shalat maghrib bersama santri-santrinya. Ketika selesai shalat tiba-tiba ada seekor ular datang menuju ke arah Kiai Abdurrohman, ular itu terlihat merambati tubuhnya, dan hal itu berlangsung sampai shalat jamaah selesai.
Bahkan menjelang shalat jamaah Isya KH. Ibrohim menuju ke Mushala untuk shalat Isya ternyata masih dijumpai Kiai Abdurroman masih tetap berada ditempatnya dan melihat ular tadi yang masih berada di sekitar Kiai Abdurrohman.
Setelah ular itu pergi dengan sendirinya KH. Ibrohim mengatakan kepada Kiai Abdurrohman bahwa “Kamu termasuk orang yang tahan ujian, sabar dan tabah.” Dalam redaksi yang lain dikatakan bahwa “besok kamu akan memiliki putra yang shaleh, alim, dan menjadi orang besar.”
Perkataan sang guru adalah doa bagi seorang murid, demikian pula perkataan KH. Ibrohim yang mengandung doa itu dikabulkan oleh Allah Swt., dan di kemudian hari Kiai Abdurrohman menjadi seorang ulama dan putra-putrinya menjadi orang-orang yang alim. Di antaranya adalah dua putra beliau yang ketokohan dan keulamaannya begitu masyhur di nusantara, yaitu KH. Muslih Abdurrohman dan KH. Ahmad Muthohar. Dan setelah kejadian tersebut KH. Ibrohim berkenan membaiat Kiai Abdurrohman untuk menjadi Khalifah Thariqah Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah.
Dalam mencari maisyah sehari-sehari, Kiai Abdurrohman berdagang kain di pasar. Meskipun demikian dirinya sangat disiplin dalam beribadah. Di antara kebiasaannya adalah beliau tidak berangkat ke tempat dagang sebelum menunaikan shalat dhuha, meskipun sudah banyak calon pembeli berdatangan, tidak menyurutkan niat mereka untuk membeli kain dari kiai Abdurrahman sehingga mereka nampak setia menunggu sampai beliau datang.
Kiai Abdurrohman juga dicintai para pelanggannya karena suka memberi kelonggaran pada mereka yang mengambil barang dagangannya dulu dan membayar belakangan atau diangsur.
Selain itu, berkat kejujuran dan kemahirannya dalam berbahasa Arab, para pedagang keturunan Arab yang tinggal di Semarang juga menaruh kepercayaan kepada beliau dan membolehkan dirinya membawa barang dagangannya.
Sosok Kiai Abdurrohman juga dikenal sebagai pribadi yang luwes dalam setiap pergaulan. Bergaul dengan kiai tampak kekiyaiannya, bergaul dengan bangsawan tampak kebangsawanannya, bergaul dengan pedagang kelihatan sifat kesaudagarannya.
Di samping sebagai pedagang, ketokohan Kiai Abdurrohman juga sudah terkenal pada saat itu, dirinya juga sangat perhatian terhadap dunia pendidikan. Terbukti beliau merintis pendirian Pesantren Suburan (kelak berubah nama menjadi Pondok Pesantren Furuhiyyah Mranggen) yang kemudian menjadi pusat pendidikan Islam di Demak dan banyak tokoh-tokoh besar terlahir dari pesantren yang beliau dirikan itu.
Sebagai sorang alim yang berdedikasi tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya, Kiai Abdurrohman senantiasa mengamalkan ilmu-ilmu yang dikuasai demi pengabdian kepada Allah dan Rasul-Nya, Agama juga kepada Nusa dan Bangsa.
Keluarga KH Abdurrahman Mranggen
Kiai Abdurrohman beristri dua, tapi tidak poligami. Istri pertama Ibu Nyai Suripah ipar KH Ibrohim Brumbung Mranggen dan dikaruniai empat orang putra namun semuanya dipanggil oleh Allah Swt, sewaktu masih kecil yakni setelah ibunya Suripah menghadap kehadirat Allah Swt.
Kemudian dirinya berkenan menikah lagi dengan Hj. Shofiyyah (nama kecil Fatimah) binti KH. Abu Mi’roj bin Kiai Syamsudin Penggaron Genuk Semarang dan dikaruniai 11 Putra-putri antara lain:
1. Hafsoh (lahir di kapal dalam perjalan menuju tanah suci, meninggal di Jakarta dalam perjalanan ke tanah air)
2. KH Usman (wafat 1967)
3. Bashiroh (meninggal sewaktu kecil)
4. KH Muslih (Wafat tahun 1981)
5. KH Murodi (Wafat tahun 1980)
6. Rohmah (meninggal sewaktu kecil)
7. KH Fathan (Wafat tahun 1945)
8. KH Ahmad Muthohar (meninggal tahun 2005)
9. Hj Rohmah Muniri (meninggal tahun 1988)
10. Faqih (meninggal sewaktu kecil)
11. Tasbihah Mukri (meninggal sewaktu kecil)
Akhir Hayat KH Abdurrahman Mranggen
Puluhan tahun KH Abdurrahman mewakafkan dirinya untuk berjuang dalam dakwah menyebarkan ajaran agama serta pengabdiannya kepada masyarakat, sehingga sangat patut jika beliau mendapatkan tempat yang terbaik dan penghargaan dari para kolega dan masyarakat umum lainnya.
Setelah pengabdiannya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. KH. Abdurrohman menghadap Ilahi pada tanggal 12 Dzulhijjah 1360 H bertepatan pada tahun 1941 M dalam usia 70 tahun.
Semoga beliau menjadi teladan bagi kita semua.
Tokoh
Mengenal Syekh Abdul Wahab Rokan, Mursyid Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah dari Langkat
Published
5 months agoon
27/06/2023
Biografi Syekh Abdul Wahab Rokan
Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan seorang mursyid Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusai. Sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat.
Ayah Syekh Abdul Wahab, Syekh Abdul Manaf merupakan seorang ulama besar yang ‘abid dan cukup terkemuka di zamannya. Adapun Moyangnya, Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai adalah seorang ulama besar dan golongan raja-raja yang sangat berpengaruh. Sehingga jika dilihat dari jalur nasab, Syekh Abdul Wahab bukanlah orang sembarangan.
Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi, dilahirkan di Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Riau (sekarang Desa Rantau Binuang Sakti Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu), pada tanggal 19 Rabiul Awal 1230 H/ 28 September 1830 M, dengan nama Abu Qosim dan wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jumaat, 21 Jumadil awal 1345 H/ 26 Desember 1926 M, dalam usia 115 tahun.
Abu Qosim sejak kecil telah menunjukkan minatnya belajar dibidang keagamaan, mulai dari kampung kelahirannya dengan berguru kepada Tuan Baqi, kemudian menamatkan Al-Quran dengan H. M. Sholeh, seorang ulama besar yang berasal dari Minangkabau. Selanjutnya Abu Qosim belajar dengan Maulana Syekh Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusai selama lebih kurang 3 tahun.
Abu Qosim di beri gelar oleh guru nya “Faqih Muhammad” (orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh). Kemudian Abu Qosim Faqih Muhammad (begitu beliau dipanggil), atas bantuan ayah angkatnya, Haji Bahauddin melanjutkan belajar ke Semenanjung Melayu dan berguru kepada Syekh Muhammad Yusuf yang lebih dikenal dengan Tuk Ongku selama lebih kurang dua tahun. Dari semenanjuang Melayu, Abu Qosim Faqih Muhammad menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu pengetahuan selama enam tahun (1863-1869).
Di antara guru-gurunya di Mekkah yaitu Syekh Saidi Syarif Dahlan (Mufti Mazhab Syafi’i). Syekh Hasbullah (ulama Indonesia yang mengajar di Masjidil Haram) dan Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Abu Qubais, Mekkah. Syekh Sulaiman Zuhdi inilah yang kemudian memberi ijazah (pegesahan) dan membaiat nama dari Abu Qosim Faqih Muhammad menjadi Abdul Wahab dan memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah” (Syekh yang dapat mengembangkan Tarekat di daerahnya), sehingga Abdul Wahab (hamba Allah Yang Maha Pemberi) menjadi bernama Syekh Abdul Wahab Al Khalidi Naqsabandi, kemudian Syekh Abdul Wahab Al Khalidi Naqsabandi menambahkan nama daerah sebagai asal usulnya, yaitu Rokan sehingga lengkapnya menjadi Syekh Abdul Wahab Rokan Al Khalidi Naqsabandi.
Berdasarkan silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Abdul Wahab Rokan menduduki urutan ke-17 dari pendiri tarekat tersebut, yakni Baha’al-Dîn al-Naqsyabandiyah, dan urutan yang ke-23 dari Nabi Muhammad saw.
Awal Pengembangan Tarekat
Sepulangnya dari Makkah, beliau kembali ke kampung halamannya Rokan Riau, dengan membangun sebuah perkampungan di Kubu (sekarang masuk daerah Kabupaten Rokan Hilir), yang bernama Kampung Masjid. Kampung ini menjadi basis penyebaran agama Islam. Dari hasil dakwahnya ini, beberapa raja Melayu di pesisir Pantai Timur Sumatera Utara seperti Panai, Kualuh, Bilah, Asahan, Kota Pinang, Deli dan Langkat selalu mengundang Syekh Abdul Wahab Rokan untuk berceramah di lingkungan dan kalangan istana. Salah seorang sultan bernama Sultan Musa Mu’azzamsyah dari Kesultanan Langkat menjadi pengikut Tarekat Naqsyabandiyah yang setia sehingga ia diangkat menjadi khalifah.
Kehadiran Syekh Abdul Wahab Rokan sebagai ulama yang disegani dan yang selalu mendapat dukungan dari raja-raja Melayu, membuat Belanda mencurigai gerak-gerik Syekh Abdul Wahab Rokan yang mengakibatkan ia tidak merasa nyaman lagi tinggal di daerah Kubu. Akhirnya, ia pindah ke Kualuh (Labuhan Batu) atas permintaan Sultan Ishak penguasa Kerajaan Kualuh, Di sana ia membuka perkampungan sebagai pusat dakwahnya yang namanya sama dengan perkampungan di Kubu yaitu Kampung Mesjid.
Setelah Sultan Ishak wafat, posisinya digantikan adiknya yang bernama Tuanku Uda. Tetapi sangat disayangkan, Tuanku Uda kurang simpati kepada Syekh Abdul Wahab Rokan. Dalam kondisi tersebut, Sultan Musa penguasa Kerajaan Langkat justru simpati dan mengharapkan agar Syekh Abdul Wahab Rokan pindah ke Langkat. Akhirnya setelah bermusyawarah dengan para muridnya, ia memutuskan untuk pindah ke Langkat, meninggalkan Kualuh.
Di Langkat, tepatnya tahun 1300/1882, ia mulai membangun perkampungan dan pusat persulukan Tarekat Naqsyabandiyah yang bernama Babussalam. Babussalam mulai di bangun pada 12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat. Tempat ini masih ada sampai sekarang.
Pokok Ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan
Pokok ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan dalam tarekat berpegang kepada pemikirannya yang tertuang dalam wasiatnya 44. Konsep hidup hemat dan sederhana adalah salah satu ajaran tarekat yang menjadi pegangan para pengikutnya (zuhud). Hidup zuhud adalah suatu perjalanan spiritual menuju Allah. Hidup zuhud bukan berarti menafikan harta dan kehidupan dunia. Ia berpendapat harta kekayaan adalah nikmat dan anugerah Allah yang pantas diterima dan disyukuri. Namun walau memiliki harta, tidak harus digunakan secara berlebihan, dengan kata lain adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Sebelumnya, peringatan setiap tahun hanya di peringati haulnya saja (hari wafatnya) di Babussalam Langkat Sumatera Utara, tempat Syekh Abdul Wahab Rokan mengembangkan ajaran tarekat terakhir sampai beliau wafat, Namun mulai tahun 2019, dilaksanakan pula Milad (hari kelahiran) beliau, pertama kali bertepatan dengan yang ke 208 tahun kelahirannya.
Peringatan Milad ini di laksanakan di Desa Rantau Binuang Sakti, Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu, tanggal 5 Desember 2020, sebagai tumpah darah kelahiran Syekh Abdul Wahab Rokan, seorang sufi yang handal, tidak saja di tingkat regional namun sampai ke tingkat nasional dan bahkan negara tetangga. Peringatannya ditandai dengan melaksanakan suluk 10 hari dan tahun 2019 yang lalu, telah di laksanakan pula pembuatan duplikat makam beliau di samping Surau Suluk yang cukup refresentatif di Rantau Binuang Sakti.
Adapun untuk saat ini, tonggak kemursyidan sudah masuk pada mursyid ke-12 yaitu diserahkan kepada Tuan Guru Syekh Dr. Zikmal Fuad MA. yang sebelumnya dipegang oleh Syekh H. Irfansyah Al Rokany.

Hirarki Kemursyidan dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah

Apakah Seorang Salik itu Boleh Mendawamkan Zikir Di Luar Zikir Thariqahnya?

Hadiri Ngaji Bulanan Pesma Daarusshohabah, Kiai Nafi Jelaskan Pentingnya Tasawuf
Habib Luthfi bin Ali bin Yahya
Anugerah Gelar DHC Abah
Arsip
- September 2023 (35)
- August 2023 (68)
- July 2023 (63)
- June 2023 (62)
- May 2023 (71)
- April 2023 (54)
- March 2023 (66)
- February 2023 (61)
- January 2023 (72)
- December 2022 (60)
- November 2022 (68)
- October 2022 (66)
- September 2022 (68)
- August 2022 (61)
- July 2022 (73)
- June 2022 (74)
- May 2022 (72)
- April 2022 (67)
- March 2022 (89)
- February 2022 (85)
- January 2022 (89)
- December 2021 (72)
- November 2021 (36)
- October 2021 (6)
- September 2021 (15)
- August 2021 (14)
- July 2021 (15)
- June 2021 (20)
- May 2021 (15)
- April 2021 (20)
- March 2021 (15)
- February 2021 (30)
- January 2021 (62)
- December 2020 (95)
- November 2020 (101)
- October 2020 (72)
- September 2020 (41)