Lebak, JATMAN Online – Rais ‘Aam Jam’iyyah Ahlith Thariqah al Mu’tabarah an Nahdliyyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya menjelaskan toleransi dan persatuan sudah diwariskan sejak zaman Walisongo.
“Alhamdulillah BNPT menjaga generasi muda. Keukhuwahan, persatuan dan kesatuan sudah diwariskan bahkan sejak zaman para Walisongo. Jangan kita sampai mengecewakan warisan leluhur bangsa kita untuk terus bersatu,” jelas Habib Luthfi saat menjadi narasumber Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan BNPT dengan Forkopimda, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama Dalam Rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme Provinsi Banten, di Pondok Pesantren Nurul Falah, Lebak, Senin (7/2).
Habib Luthfi sendiri dalam ceramahnya mencontohkan nilai-nilai toleransi di Indonesia telah ditanamkan sejak zaman Walisongo saat menyebarkan Agama Islam di Nusantara. Beliau mencontohkan Sunan Kudus adalah salah satu dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Nusantara dengan menanamkan nilai-nilai toleransi.
“Karena waktu itu masyarakat Kudus beragama Hindu yang mensucikan hewan sapi, maka meski sudah banyak meng-Islamkan masyarakat Kudus, Sunan Kudus melarang masyarakat Kudus memotong hewan sapi,” kata Ketua Kelompok Ahli BNPT.
Hal toleransi tersebut yang menyebabkan tidak adanya sembelih Sapi di daerah Kudus.
“Sampai hari ini tidak ada di Kudus itu yang potong atau sembelih Sapi. Potongnya di Jepara atau dimana. Poinnya adalah nilai toleransinya,” sambungnya.
Menurut Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) RI, yang menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana menanamkan kebanggaan sebagai warga Negara dan bangsa Indonesia.
“Coba saya tanya, itu kalau pas kita Nyanyi Indonesia Raya itu kita karena memang cinta atau karena peraturan?” tanyanya.
Padahal menurut Habib Luthfi kebanggaan sebagai bangsa Indonesia harusnya sudah tertanam di setiap sanubari bangsa Indonesia demi mengingat keluhuran dan keagungan peninggalan sejarah dan budaya yang bangsa Indonesia miliki.
“Coba itu Borobudur, Prambanan, bagaimana tidak disebut high tech para leluhur kita itu. Meski setiap waktu diguncang getaran dari letusan gunung-gunung yang mengitarinya, tapi candi-candi itu masih berdiri megah sampai hari ini,” ungkapnya.
Habib Luthfi mengaku telah mempelajari makna kebinekaan dan toleransi di Indonesia. Dari situ ia mengaku kagum dengan para pendahulu bangsa yang mampu menyatukan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dalam bingkai NKRI.
Ia pun berkesimpulan bahwa setelah membolak-balik sejarah, bangsa Indonesia ternyata bukan keturunan bangsa penjajah, tetapi bangsa yang rasional, intelektual. Ini menjadi tantangan bersama agar NKRI tetap jaya di tengah gangguan berbagai paham-paham transnasional.
“Yang jadi pertanyaan, apakah generasi penerus ini sudah dipersiapkan untuk menjawab tantangan tersebut,” tanya Habib Luthfi.
Tidak hanya itu, Habib Luthfi menegaskan generasi muda sebagai generasi penerus bangsa harus dibentengi dari paham-paham yang ingin merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Paham itu, seperti intoleransi, radikalisme dan terorisme yang harus dibentengi dengan nasionalisme dan kejayaan bangsa.
“Generasi muda harus tahu bagaimana pejuang meraih kemerdekaan, juga kiprah Walisongo yang menyebarkan agama Islam dengan penuh toleransi tanpa harus menyakiti agama lain. Juga bagaimana dulu kerajaan-kerajaan besar lewat peninggalan-peninggalannya yang luar biasa,” ujar Habib Luthfi.
Dalam hal ini, Habib Luthfi mendukung upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melindungi generasi muda dari paham radikal terorisme. Menurut dia, kegiatan Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan ini sangat bagus untuk menggugah pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk bersatu memerangi paham kekerasan tersebut, sekaligus memberikan pemahaman kepada generasi muda tentang pentingnya nasionalisme.
“Generasi muda harus mencontoh bagaimana dulu Kerajaan Majapahit mampu menyatukan Indonesia. Saat itu Raja Hayam Wuruk atau Brawijaya dalam melakukan pendekatan terhadap umat Islam sampai memberikan tanah di Ampel. Pada waktu itu, Menteri Pertanian dan Menteri Ekonomi yang diangkat adalah Maulana Malik Ibrahim, sementara Menkeu Maulana Asmorodono,” kata Habib Luthfi.
Diketahui, dialog Kebangsaan ini merupakan agenda rutin BNPT yang bertujuan untuk mengajak seluruh pihak khususnya tokoh agama dan masyarakat dalam mencegah paham radikal terorisme.
Jakarta, JATMAN Online – Khodimut Thariqah Naqsabandiyah KH. Ahmad Nafi menjelaskan setelah tarbiyah syariat, selanjutnya tarbiyah qulub. Ilmu tasawuf, memperbaiki nafsu, membuka hijab. Orang yang sudah bersyariat, berfiqih, bertasawuf maka itulah orang yang sampai pada hakikat.
“Hakikat adalah sempurnanya iman. Yakni, dalam kitab Lathoiful Isyaroh, hidupnya kalbu bersama Allah kapanpun, dimanapun, dengan siapapun. Kita tidak hanya mencegah hawa nafsu saat ibadah, tapi saat dalam pekerjaan,” kata Kiai Nafi saat mengadiri Pengajian Bulanan di Pesantren Mahasiswa Daarusshohabah, Jalan Pemuda Asli II No. 20 RT 03/03, Rawamangun, DKI Jakarta, Kamis (14/09/2023).
Pengasuh PP Raden Rahmat Sunan Ampel Jember ini menyampaikan kalau baik dengan orang yang baik itu wajar. Kalau hati bersih, ketemu orang maksiat atau buruk atau kriminal saja selalu husnuzon.
“Gimana caranya bersih hati? Kita harus tawadlu berhadapan dengan orang maksiat. Itu diterangkan dalam kitab Nasoihul ibad, caranya lihatlah bahwa rahmat Allah mungkin diberikan pada siapapun yang dikehendaki-Nya, sekalipun manusia itu ahli maksiat. Jika dia mendapat hidayah, bisa husnul khatimah. Kita tidak bisa menjamin bisa husnul khotimah,” jelasnya.
“Bencilah pada perilakunya, jangan benci pada orangnya. Ketika kita tidak bisa tawadlu, berarti ada kesombongan dalam hati,” tambahnya.
Menurut Kiai Nafi, cita-cita mulia adalah baik di dunia dan akhirat, tercegah dari neraka, masuk surga tanpa melihat neraka, tanpa hisab. Gimana caranya? Jadilah orang-orang pilihan Allah. Jadilah orang-orang yang shalih (ibadah dan muamalah).
“Ibadah jangan jasmani saja, isi juga dengan ruhaniyah, sambung dengan Nur Nabi, yakni sambunglah dengan orang-orang yang menjadi jalan menuju Allah. Jadilah orang yang bisa menjadi sahabat terbaik bagi semua orang,” ungkapnya.
Semarang, JATMAN Online – Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al Mu’tabaroh an Nahdliyyah (JATMAN) Idaroh Wustho Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) menggelar Manaqib Kubro di Pondok Pesantren Al-Mukhlisin Nyatnyono, Ungaran, Semarang, Sabtu (9/9/2023).
Manaqib Kubro, Istighosah, Bahtsul Masail, Temu Mursyid, dan Pengajian Akbar murupakan kegiatan rutin keliling 6 bulan sekali di 41 Syu’biyyah yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Manaqib Kubro ini turut dihadiri oleh perwakilan pengurus Idarah Aliyyah, pengurus Idarah Wustho Jateng dan DIY, Pengurus Syu’biyyah, para masyaikh dan habaib, serta TNI – Porli setempat dan tamu undangan lainnya.
Menurut Mudir JATMAN Jateng KH Ahmad Sa’id Lafif, Musyawarah Idaroh Wustho merupakan program JATMAN yang rutin dilakukan satu tahun dua kali.
“Program ini akan berkelanjutan terus menerus merupakan bagian Khidmah kita terhadap Thoriqoh.Musyawarah Idharoh Wustho ini bentuk komunikasi yang baik, sehingga menjalankan JATMAN Jateng berkembang pesat memberikan manfaat bagi masyarakat luas,’’ katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal JATMAN Idaroh Aliyyah KH. Mashudi dalam sambutannya menyampaikan atas nama JATMAN Idaroh Aliyyah mengapresiasi kegiatan pengajian akbar dan manaqib kubro ini
“Sejak pagi sampai sekarang dengan pengajian akbar dan tadi kita mengikuti bersama-sama maulidurrasul, kami yakin bahwa ini adalah arena untuk menjadikan majelis ini majelis yang mubarak. Sepulang dari mejelis ini semuanya diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala,” katanya.
Kiai Mashudi menjelaskan mejelis seperti inilah yang dikemas dan dikawal oleh JATMAN menjadi salah satu ngerem datangnya kiamat.
“Tidak akan terjadi kiamat selagi masih ada orang yang wirid dzikir Allah, Allah, Allah. Itulah garapan dari JATMAN, mengistiqomahkan wirid. Jadi, barangsiapa yang diberikan kekuaran berdzikir maka yang bersangkutan akan diberi tanda-tanda kewalian,” jelasnya.
“Jadi, JATMAN itu bukan hanya diikuti oleh bapak-bapaknya saja tapi ibu-ibunya juga berthoriqoh. Polisi berthoriqoh, tantara berthoriqoh. Mari kita do’akan dengan didampingi TNI-POLRI JATMAN semakin besar. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin,” tambahnya.
Mudah-mudahan majelis ini, lanjutnya, menjadikan kita semakin cinta kepada Rasululah shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika kita berkhidmah kepada Allah maka segala sesuatu akan tunduk kepada kita.
“Itulah sebabnya JATMAN sedang mengembangkan salah satu lajnah, yaitu lajnah Wathonah (Wanita Thoriqoh an Nahdliyyah). Kemudian lajnah MATAN (Mahasiswa Ahlith Thoriqoh al Mu’tabah an Nahdliyyah),” paparnya.
“Mudah-mudahan semua program yang sudah direncanakan oleh Idarah Aliyyah berserta Idaroh Wustho, Syu’biyyah, Ghusniyyah, dan Sa’afiyyah Se-Indonesia dimudahakan Allah dan akhirnya JATMAN menjadi jam’iyyah salah satu yang bisa mengamankan Indonesia yang kita cintai ini, menjadi Indonesia semakin hebat dan maju,” ungkapnya.
Jakarta, JATMAN Online – Seiring dengan kemarau panjang yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, yang membuat sejumlah wilayah mengalami kekeringan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) mengajak umat Islam untuk menggelar Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan.
“Kementerian Agama mengajak umat Islam untuk melaksanakan Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan,” kata Gus Yaqut di Jakarta, Jumat (15/09).
Ia mengatakan sesuai dengan namanya, al-istisqa’, adalah meminta curahan air penghidupan (thalab al-saqaya). Para ulama fikih mendefinisikan Shalat Istisqa sebagai shalat sunah muakkadah yang dikerjakan untuk memohon kepada Allah SWT agar menurunkan air hujan.
Shalat Istisqa pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, seperti yang dikisahkan lewat hadis riwayat Abu Hurairah RA.
Menurut Gus Yaqut, Shalat Istisqa menjadi bagian dari ikhtiar batin sekaligus bentuk penghambaan kepada Allah SWT.
“Memohon agar Allah menurunkan hujan yang lebat merata, mengairi, menyuburkan, bermanfaat tanpa mencelakakan, segera tanpa ditunda. Amin,” ujarnya.
Adapun pelaksanaan Shalat Istisqa sama dengan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Sesudah Takbiratul Ihram, melakukan takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua.
Setelah membaca Surat Al-Fatihah dan lainnya, lalu rukuk, sujud hingga duduk tahiyyat kemudian salam.
Khatib lalu menyampaikan khutbah sama seperti khutbah Idul Fitri dan Idul Adha. Khutbah dianjurkan mengajak umat Islam untuk bertobat, meminta ampun atas segala dosa, serta memperbanyak istighfar dengan harapan Allah SWT mengabulkan apa yang menjadi kebutuhan umat Islam dan makhluk hidup lainnya pada saat kemarau panjang.