Purbalingga, JATMAN Online – Rais ‘Aam Jam’iyyah Ahlith Thariqah al Mu’tabarah an Nahdliyyah (JATMAN) Maulana Habib Luthfi bin Yahya menghadiri acara Pidato Kebangsaan di alun-alun Kabupaten Purbalingga, Sabtu (25/6).
Pidato kebangsaan tersebut juga merupakan puncak acara Haul Syekh Ahmad Nahrowi Muhtarom Al-Banyumasi yang digelar selama 2 hari, yaitu Jumat-Sabtu, 24-25 Juni 2022.
Panitia Haul Syekh Ahmad Nahrowi Muhtarom Al-Banyumasi, Chabib Abdillah mengatakan, haul akbar yang baru pertama kali digelar ini merupakan dawuh (perintah) dari Maulana Habib Lutfi Bin Yahya dari Pekalongan.
“Beliau asal Purbalingga dan hijrah ke Makkah. Di sana menjadi guru dan oleh pemerintah Arab Saudi diangkat menjadi hakim,” ujar Gus Chabib dari Pesantren Sunan Gringsing, Desa Gemuruh, Kecamatan Padamara saat memberikan sambutan.
Salah satu tujuannya adalah untuk mengenalkan kembali bahwa Kabupaten Purbalingga pernah melahirkan ulama besar, yakni Syech Nahrowi Muhtarom Al-Banyumasi.
Ulama kharismatik dari Kabupaten Pekalongan Habib Luthfi menjelaskan dalam pidato kebangsaannya, tokoh ulama duhulu telah mampu menjawab tantangan umat dan bangsa pada waktu itu yang tinggal di Masjidil Haram diantaranya adalah Syekh Nahrawi.
“Bahwa bangsa kita ini bangsa yang maju bukan bangsa yang mundur,” kata Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini.
Lanjut Habib Luthfi mengatakan, ulama asal Indonesia di Makkah sudah mempunyai peran penting salah satunya beliau ini.
“Kitab-kitab yang mau dicetak oleh para muallif apabila tidak ada tandatangan Syekh Ahmad Nahrawi tidak bisa dicetak, karena pentashih yang kuat adalah syekh Nahrawi,” ungkapnya.
Sejumlah ulama besar Nusantara yang menuntut ilmu di kota Makah berkesempatan menjadi santrinya Syech Nahrowi Muhtarom Al Banyumasi, diantaranya iyalah Syech Nawawi Al-Bantani, Syech Ahmad Khatib Al-Minangkabauwi, Syeih Mahfudz Tremas, Mbah Kyai Syeih Soleh Darat, Mbah Kyai Syaikhona Cholil Bangkalan, Syekh Junaid Al-Batawi, Mbah Kyai Syeih Nasrowi Dalhar Watucongol, Mbah Kyai Syeih Siroj Payaman, Syaikh Abdul Kaafi Sumolangu, dan dan Mbah Kyai Syeih Abdul Malik Kedungparuk, Banyumas.
Dalam kitab A’lamul Makiyyin karya Syekh Abdullah Muallimi di entri nomor 1431 halaman 964 disebutkan Syekh Ahmad Nahrawi Al-Banyumasi merupakan ulama besar di tanah Arab yang lahir di Kauman, Purbalingga tahun 1860.
Sejak umur 10 tahun ulama yang awalnya bernama Muhtarom bersama kakaknya Abu Amar dikirim ke tanah Arab oleh ayahnya KH. Hardja Muhammad yang saat itu sebagai imam masjid agung Darussalam untuk menuntut ilmu agama. Namun setelah beberapa tahun berjalan Muhtarom tidak pulang ke tanah air, sedang Abu Amar kembali ke tanah air.
Di tanah Arab itulah Muhtarom justru berkesempatan belajar banyak ilmu agama, sehingga beliau menjadi guru dan bahkan diangkat sebagai hakim oleh pemerintah Arab.
Jakarta, JATMAN Online – Khodimut Thariqah Naqsabandiyah KH. Ahmad Nafi menjelaskan setelah tarbiyah syariat, selanjutnya tarbiyah qulub. Ilmu tasawuf, memperbaiki nafsu, membuka hijab. Orang yang sudah bersyariat, berfiqih, bertasawuf maka itulah orang yang sampai pada hakikat.
“Hakikat adalah sempurnanya iman. Yakni, dalam kitab Lathoiful Isyaroh, hidupnya kalbu bersama Allah kapanpun, dimanapun, dengan siapapun. Kita tidak hanya mencegah hawa nafsu saat ibadah, tapi saat dalam pekerjaan,” kata Kiai Nafi saat mengadiri Pengajian Bulanan di Pesantren Mahasiswa Daarusshohabah, Jalan Pemuda Asli II No. 20 RT 03/03, Rawamangun, DKI Jakarta, Kamis (14/09/2023).
Pengasuh PP Raden Rahmat Sunan Ampel Jember ini menyampaikan kalau baik dengan orang yang baik itu wajar. Kalau hati bersih, ketemu orang maksiat atau buruk atau kriminal saja selalu husnuzon.
“Gimana caranya bersih hati? Kita harus tawadlu berhadapan dengan orang maksiat. Itu diterangkan dalam kitab Nasoihul ibad, caranya lihatlah bahwa rahmat Allah mungkin diberikan pada siapapun yang dikehendaki-Nya, sekalipun manusia itu ahli maksiat. Jika dia mendapat hidayah, bisa husnul khatimah. Kita tidak bisa menjamin bisa husnul khotimah,” jelasnya.
“Bencilah pada perilakunya, jangan benci pada orangnya. Ketika kita tidak bisa tawadlu, berarti ada kesombongan dalam hati,” tambahnya.
Menurut Kiai Nafi, cita-cita mulia adalah baik di dunia dan akhirat, tercegah dari neraka, masuk surga tanpa melihat neraka, tanpa hisab. Gimana caranya? Jadilah orang-orang pilihan Allah. Jadilah orang-orang yang shalih (ibadah dan muamalah).
“Ibadah jangan jasmani saja, isi juga dengan ruhaniyah, sambung dengan Nur Nabi, yakni sambunglah dengan orang-orang yang menjadi jalan menuju Allah. Jadilah orang yang bisa menjadi sahabat terbaik bagi semua orang,” ungkapnya.
Semarang, JATMAN Online – Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al Mu’tabaroh an Nahdliyyah (JATMAN) Idaroh Wustho Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) menggelar Manaqib Kubro di Pondok Pesantren Al-Mukhlisin Nyatnyono, Ungaran, Semarang, Sabtu (9/9/2023).
Manaqib Kubro, Istighosah, Bahtsul Masail, Temu Mursyid, dan Pengajian Akbar murupakan kegiatan rutin keliling 6 bulan sekali di 41 Syu’biyyah yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Manaqib Kubro ini turut dihadiri oleh perwakilan pengurus Idarah Aliyyah, pengurus Idarah Wustho Jateng dan DIY, Pengurus Syu’biyyah, para masyaikh dan habaib, serta TNI – Porli setempat dan tamu undangan lainnya.
Menurut Mudir JATMAN Jateng KH Ahmad Sa’id Lafif, Musyawarah Idaroh Wustho merupakan program JATMAN yang rutin dilakukan satu tahun dua kali.
“Program ini akan berkelanjutan terus menerus merupakan bagian Khidmah kita terhadap Thoriqoh.Musyawarah Idharoh Wustho ini bentuk komunikasi yang baik, sehingga menjalankan JATMAN Jateng berkembang pesat memberikan manfaat bagi masyarakat luas,’’ katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal JATMAN Idaroh Aliyyah KH. Mashudi dalam sambutannya menyampaikan atas nama JATMAN Idaroh Aliyyah mengapresiasi kegiatan pengajian akbar dan manaqib kubro ini
“Sejak pagi sampai sekarang dengan pengajian akbar dan tadi kita mengikuti bersama-sama maulidurrasul, kami yakin bahwa ini adalah arena untuk menjadikan majelis ini majelis yang mubarak. Sepulang dari mejelis ini semuanya diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala,” katanya.
Kiai Mashudi menjelaskan mejelis seperti inilah yang dikemas dan dikawal oleh JATMAN menjadi salah satu ngerem datangnya kiamat.
“Tidak akan terjadi kiamat selagi masih ada orang yang wirid dzikir Allah, Allah, Allah. Itulah garapan dari JATMAN, mengistiqomahkan wirid. Jadi, barangsiapa yang diberikan kekuaran berdzikir maka yang bersangkutan akan diberi tanda-tanda kewalian,” jelasnya.
“Jadi, JATMAN itu bukan hanya diikuti oleh bapak-bapaknya saja tapi ibu-ibunya juga berthoriqoh. Polisi berthoriqoh, tantara berthoriqoh. Mari kita do’akan dengan didampingi TNI-POLRI JATMAN semakin besar. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin,” tambahnya.
Mudah-mudahan majelis ini, lanjutnya, menjadikan kita semakin cinta kepada Rasululah shalallahu ‘alaihi wassalam. Ketika kita berkhidmah kepada Allah maka segala sesuatu akan tunduk kepada kita.
“Itulah sebabnya JATMAN sedang mengembangkan salah satu lajnah, yaitu lajnah Wathonah (Wanita Thoriqoh an Nahdliyyah). Kemudian lajnah MATAN (Mahasiswa Ahlith Thoriqoh al Mu’tabah an Nahdliyyah),” paparnya.
“Mudah-mudahan semua program yang sudah direncanakan oleh Idarah Aliyyah berserta Idaroh Wustho, Syu’biyyah, Ghusniyyah, dan Sa’afiyyah Se-Indonesia dimudahakan Allah dan akhirnya JATMAN menjadi jam’iyyah salah satu yang bisa mengamankan Indonesia yang kita cintai ini, menjadi Indonesia semakin hebat dan maju,” ungkapnya.
Jakarta, JATMAN Online – Seiring dengan kemarau panjang yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, yang membuat sejumlah wilayah mengalami kekeringan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) mengajak umat Islam untuk menggelar Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan.
“Kementerian Agama mengajak umat Islam untuk melaksanakan Shalat Istisqa atau shalat meminta hujan,” kata Gus Yaqut di Jakarta, Jumat (15/09).
Ia mengatakan sesuai dengan namanya, al-istisqa’, adalah meminta curahan air penghidupan (thalab al-saqaya). Para ulama fikih mendefinisikan Shalat Istisqa sebagai shalat sunah muakkadah yang dikerjakan untuk memohon kepada Allah SWT agar menurunkan air hujan.
Shalat Istisqa pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, seperti yang dikisahkan lewat hadis riwayat Abu Hurairah RA.
Menurut Gus Yaqut, Shalat Istisqa menjadi bagian dari ikhtiar batin sekaligus bentuk penghambaan kepada Allah SWT.
“Memohon agar Allah menurunkan hujan yang lebat merata, mengairi, menyuburkan, bermanfaat tanpa mencelakakan, segera tanpa ditunda. Amin,” ujarnya.
Adapun pelaksanaan Shalat Istisqa sama dengan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Sesudah Takbiratul Ihram, melakukan takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua.
Setelah membaca Surat Al-Fatihah dan lainnya, lalu rukuk, sujud hingga duduk tahiyyat kemudian salam.
Khatib lalu menyampaikan khutbah sama seperti khutbah Idul Fitri dan Idul Adha. Khutbah dianjurkan mengajak umat Islam untuk bertobat, meminta ampun atas segala dosa, serta memperbanyak istighfar dengan harapan Allah SWT mengabulkan apa yang menjadi kebutuhan umat Islam dan makhluk hidup lainnya pada saat kemarau panjang.